"Yang sekarang ini sepanjang prodksi ikan di Indonesia masih musim nggak ada dasarnya kita mengimpor. Jadi kita memanfaatkan produksi ikan di nelayan, sampai sekarang masih berlangsung itu jadi tidak ada izin yang kita keluarkan," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Saud P Hutagalung di DPR, Jakarta, Senin (19/3/2012)
Saud menegaskan jika pun pemerintah mengeluarkan izin maka hanya ikan-ikan yang tak bisa dihasilkan dari dalam negeri. Sementara ikan makarel jumlahnya cukup berlimpah di Indonesia terutama saat musimnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya pun jika mengizinkan impor makarel harus ada syaratnya, diantaranya di dalam negeri pasokannya kurang dan yang terpenting tak boleh di pasarkan di dalam negeri, produksinya harus diekspor.
"Nah, sekarang kalaupun misalnya ada adalah mengisi industri bahan baku pengalengan di Jawa Timur, itu kan di ekspor nggak apa-apa lah, ada yang ke
Afrika, karena kalau tidak kita bantu bahan bakunya misalnya sebagian lewat impor, nggak cukup," katanya.
Untuk industri makarel semacam ini perlu didorong karena berorientasi ekspor. "Nanti (kalau dilarang) PHK malah kan pekerjanya. Jadi kalau konsumsi untuk diedarkan di masyarakat nggak boleh masih kita tahan, belum boleh menunggu nanti kalu betul betul sudah gak musim, gelombang besar," katanya.
Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) mencatat kebutuhan lamuru (sarden) 230.000 ton setahun sekitar 24 pabrik. Produksi lamuru nasional 165.000 ton. Namun dari jumlah itu pasokan dari lokal masih hanya 75% karena masalah distribusi dan sebagainya.
(hen/dnl)











































