Setelah gagal memperebutkan konsesi lahan dengan cadangan batubara terbesar di dunia senilai lebih dari US$ 1,8 miliar, pihak Churchill menggugat pemerintah ke pengadilan arbitrase internasional.
"Dia, si Churchill tidak bisa dapat lahan tambang batubara itu lagi karena sudah kalah hingga tinggal Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ungkap Kuasa Hukum PT Kaltim Nusantara Coal, Hotman Paris, ketika ditemui di Kantornya Gedung Summitmas Tower I Sudirman, Selasa (25/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Churchill memilih menggugat ganti rugi US$ 1 miliar kepada pemerintah Indonesia lewat Arbitrase Internasional "International Center For Settlement Of Investment Dispute/ ICSID di singapura," ujarnya.
Saat ini, persidangan Arbitrase Internasional sudah memasuki penentuan yurisdiksi. "Baru-baru ini Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin hadir dalam persidangan arbitrase di ICSID," kata Hotman.
Hotman mengungkapkan kekalahan Churchill di Indonesia karena perusahaan asal Inggris tersebut menggunakan nama abal-abal (PT Ridlatama Tambang Mineral, dan beberapa perusahaan lainnya).
"Padahal di sektor pertambangan tidak boleh ada investasi asing secara langsung, apalagi mereka menggunakan nama palsu untuk berinvestasi langsung di sektor tambang Indonesia," tandas Hotman.
(rrd/hen)