'Darurat' Penyelundupan Daging Celeng dari Sumatera ke Jawa

'Darurat' Penyelundupan Daging Celeng dari Sumatera ke Jawa

- detikFinance
Jumat, 04 Jul 2014 12:40 WIB
Darurat Penyelundupan Daging Celeng dari Sumatera ke Jawa
Jakarta -

Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian merilis adanya peningkatan upaya pemasukan daging celeng/babi hutan dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa khususnya ke DKI Jakarta. Daging celeng ini diselundupkan secara ilegal tanpa dilengkapi surat yang membuktikan produk layak jual dan konsumsi.

Berdasarkan pengungkapan Badan Karantina Pertanian kepada detikFinance, ada beberapa fakta yang menjadi latar belakang besarnya volume penyelundupan daging celeng ke Pulau Jawa. Padahal daging celeng ilegal yang tidak layak konsumsi dapat menularkan berbagai penyakit hewan atau Zoolosis jika dikonsumsi manusia.

Berikut beberapa data dan fakta yang diungkap Badan Karantina Pertanian soal penyelundupan daging celeng, dikutip, Jumat (4/07/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat Ramadan dan jelang Lebaran, penyelundupan daging celeng ke beberapa kota besar di Pulau Jawa termasuk Jakarta cukup besar. Indikasi ini muncul setelah Badan Karantina Pertanian (Barantan) rutin menggagalkan penyelundupan daging celeng terutama asal Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Bakauheni (Lampung) dan Pelabuhan Merak di Cilegon, Banten.

Dilihat dari data statistik Badan Karantina Pertanian tahun 2013, volume yang berhasil ditangani Karantina mencapai 11.848 kg dengan frekuensi 11 kali tangkapan selama satu tahun. Adapun tahun 2014 dari Januari hingga Juni saja telah tercatat volume yang berhasil ditangani mencapai 30.786 kg dengan frekuensi 16 kali tangkapan. Itu artinya ada lonjakan 200%.

Sedangkan catatan Barantan lainnya, Senin malam (30/06/2014) Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung wilayah kerja Bakauheni (Lampung) kembali menggagalkan penyelundupan 4 ton daging babi hutan/celeng menuju Jakarta.

Hingga saat ini karantina wilayah kerja Bakauheni telah menahan total 5,7 ton daging celeng sejak 4 hari lalu. Sedangkan pada tanggal 18 Juni 2014 lalu pihaknya telah memusnahan 13,7 ton daging celeng tidak layak konsumsi di Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Setelah proses pemusnahan terjadi, Barantan kembali menangkap 6,9 ton daging celeng yang diduga ingin dijual ke Pulau Jawa.

Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian sudah mengetahui modus penyelundupan daging celeng dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. Ada berbagai macam modus yang dilakukan tersangka agar daging celengnya bisa dijual ke Pulau Jawa termasuk di Jakarta salah satunya adalah diangkut dengan bus penumpang antar kota dan truk/pick up.

Cara ini adalah cara yang paling sering ditemukan saat proses penangkapan terjadi. Umumnya tersangka memasukan daging celeng ke dalam bagasi penumpang. Bahkan beberapa pernah secara terang-terangan dimasukan ke dalam mobil box barang. Lalu biasanya dikemas dalam karung yang tidak hiegines.

Menurut informasi yang didapat Badan Karantina, biasanya daging celeng ini dinaikkan dari tepi hutan pada angkutan tertentu yang telah dipesan (bukan dari terminal/pool). Hal semacam ini biasanya menjadi obyekan supir mobil angkutan dengan komisi yang lumayan dari setiap harga per Kg-nya.

Daging celeng yang akan diselundupkan mayoritas berasal dari babi hutan yang diburu oleh masyarakat sekitar atau bayaran. Kemudian setelah itu babi hutan dikumpulkan kepada pengepul untuk dijual.

Kemudian pola selanjutnya adalah proses penyelundupan yang secara umum diangkut dengan bis penumpang antarkota dan truk/pick up. Cara ini adalah cara klasik yang paling sering ditemukan saat proses penangkapan terjadi. Umumnya tersangka memasukkan daging celeng ke dalam bagasi penumpang, bahkan beberapa pernah secara terang-terangan dimasukan ke dalam mobil box barang.

Penyelundupan daging celeng/babi hutan semakin meningkat dari tahun ke tahunnya. Jumlah tangkapan daging celeng tahun 2014 (Januari-Juni) meningkat 200% dibandingkan periode tahun 2013 (Januari-Desember).

Besarnya penyelundupan disebabkan karena mahalnya harga daging sapi serta permintaan yang tinggi saat hari-hari besar (Ramadan dan Lebaran).

Catatan Badan Karantina mengakui bila harga daging celeng lebih murah daripada harga daging sapi saat ini. Harga daging sapi di tingkat pasar tradisional sekarang ini sudah menembus Rp 100.000/Kg.

Sedangkan harga daging celeng di tingkat pengepul Rp 5.000-7.000/kg, dan dijual di pasaran dengan harga mendekati harga daging sapi di pasar rentannya Rp 60.000-Rp 80.000/Kg.

Masyarakat diminta waspada untuk membeli daging sapi saat ini. Pasalnya bisa jadi daging yang dibeli bukan daging sapi melainkan daging celeng/babi hutan dari praktik penyelundupan.

Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian menjelaskan ada beberapa perbedaan yang bisa dilihat calon pembeli antara daging sapi dengan daging celeng.

Seperti perbedaan fisik daging celeng dengan daging sapi secara umum akan terlihat sama.
Pertama adalah serat daging celeng jauh lebih halus dibandingkan daging sapi. Sedangkan perbedaan kedua adalah warna daging celeng merahnya lebih gelap daripada daging sapi.

Perbedaan yang paling khas adalah bau daging celeng bau amis dan apek sedangkan sapi tidak. Tetapi bau ini masih bisa di kelabui dengan cara mencampur dengan darah sapi. Sehingga baunya akan hilang dan menjadi bau daging sapi.

Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian menjelaskan sebenarnya daging celeng seperti daging lainnya boleh saja dperdagangkan. Yang penting dilakukan dengan pemotongan sesuai kaidah pemotongan hewan, mengikuti standar sanitasi pemotongan, penyimpanan, pengiriman dan packingnya. Selain itu harus dbuktikan dengan surat keterangan kesehatan hewan/sanitasi dari dinas terkait dan dokumen sertifikat sanitasi karantina.

Dagingnya boleh diperdagangkan sepanjang sehat, utuh dan layak untuk dikonsumsi. Sedangkan bila daging celeng tersebut didatangkan dengan cara ilegal maka melanggar Undang-undang nomor 16 tabun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

Namun daging celeng selundupan tidak dilengkapi dengan Surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan sertifikat sanitasi karantina hewan. Sehingga diyakini tidak hiegines dan layak untuk di konsumsi masyarakat. Kemudian hal lain yang menjadi pertimbangan adalah prosedur pemotongan hewan. Cara pemotongan hewan yang tidak diketahui serta cara pengangkutan yang tidak sesuai standar sanitasi jelas melanggar Undang-undang tersebut. Dan ingat rata-rata daging hampir busuk.

Badan Karantina Pertanian sendiri bekepentingan untuk mencegah bahan pangan masyarakat yang tidak layak konsumsi sampai ke pasaran. Daging yang tidak diperlakukan dengan sanitasi yang baik akan membawa peluang terbawanya bakteri berbahaya seperti E Coli dan Salmonella.

Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian mengakui kesulitan menemukan pelaku utama penyelundupan. Hal ini karena tersangka/pengirim/penerima sulit ditelusuri. Hanya putus supir bus dan tidak bisa ditahan karena Undang-undang Karantina tidak cukup kuat untuk dapat menahan pelaku.

Karena kasus ini secara umum diselidiki Karantina, maka penyidikan dan BAP oleh Karantina dibantu pihak kepolisian secara aktif.

Bagi para pelanggar penyelundupan daging celeng hanya akan dikenakan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp 150 Juta. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Modus peningkatan penyelundupan daging celeng/babi hutan mulai terungkap awalnya sejak tahun 2009 lalu. Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian curiga arus pengiriman daging meningkat padahal hanya diperuntukan untuk makanan hewan Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan.

Setelah kejadian itu, arus pengiriman daging celeng ke Jakarta dari Pulau Sumatera terus mengalir deras. Sehingga Badan Karantina memutuskan untuk melakukan investigasi atas kasus ini.

Sejak saat itu, Badan Karantina Pertanian dan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan DKI Jakarta dilibatkan untuk investigasi. Hasilnya memang benar bila peningkatan pengiriman bukan digunakan untuk hal yang lain.

Pihak Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan membenarkan bila daging celeng/babi hutan diperlukan terutama untuk memenuhi pakan binatang pemakan daging. Menurut Kepala Humas kebun binatang Ragunan Wahyudi Bambang mengatakan daging celeng masuk ke dalam menu makanan binatang terutama jenis Harimau Sumatera.

Akan tetapi daging celeng tersebut akan diolah lebih lanjut dan dicampur dengan jenis daging lainnya seperti daging sapi dan ayam. Hal ini bagian dari SOP (Standard Operation Procedure) pengelola Kebun Binatang Ragunan.


Hide Ads