Marahnya Menteri Susi Soal Benjina: 'Manusia Mati Diperbudak Karena Ikan'

Marahnya Menteri Susi Soal Benjina: 'Manusia Mati Diperbudak Karena Ikan'

- detikFinance
Kamis, 09 Apr 2015 07:40 WIB
Marahnya Menteri Susi Soal Benjina: Manusia Mati Diperbudak Karena Ikan
Jakarta - Kasus perbudakan anak buah kapal (ABK) asing oleh PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku terkuak. Setelah diberitakan media asing 25 Maret 2015 lalu, kasus ini dengan cepat menyebar melalui media nasional dan internasional lainnya.

Tak pelak, persoalan ini juga membuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kesal hingga marah besar. Susi mengatakan, PT PBR harus bertanggung jawab atas fakta yang ditemukan di lapangan.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), PT PBR mempekerjakan 1.128 ABK asing dari 4 negara. Tercatat dari jumlah itu, 746 orang ABK berkewarganegaraan Thailand, 316 orang ABK dari Myanmar, 58 orang ABK dari Kamboja, dan 8 orang ABK dari Laos. Dari jumlah itu sebanyak 322 orang ABK sudah dipindahkan ke Tual Maluku, di mana 256 orang dari Myanmar, 58 orang dari Kamboja, dan 8 orang dari Laos. Sisanya 746 orang ABK asal Thailand dan 60 orang ABK dari Myanmar masih di Benjina.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PT PBR juga tercatat memiliki 29 kapal tangkap ikan asal Thailand, di mana 12 kapal atas nama kepemilikan oleh Silver Sea Fishery, 9 kapal milik Thai Hong Huad dan 8 kapal milik Ocean Research Fishery. Sementara 3 anak usaha PT PBR, adalah PT Pusaka Benjina Armada memiliki 37 kapal tangkap ikan, di mana 35 kapal atas nama kepemilikan Silver Sea Fishery, 1 kapal milik Thai Hong Huad, dan 1 kapal milik Ocean Research Fishery.

Anak usaha kedua adalah PT Pusaka Benjina Nusantara, yang memiliki 29 kapal tangkap ikan, di mana 23 kapal atas nama kepemilikan Silver Sea Fishery, 5 kapal milik Thai Hong Huad, dan 1 kapal milik Ocean Research Fishery. Terakhir adalah PT Pusaka Bahari, yang memiliki 1 kapal tangkap ikan dengan kepemilikan atas nama Thai Hong Huad.

Lalu bagaimana nada keras dan marah Susi kepada PT PBR? Yuk simak seperti dikutip detikFinance, Kamis (9/04/2015).

Kasus perbudakan oleh PT Pusaka Benjina Resources (PBR) kepada anak buah kapal (ABK) asal Myanmar, Kamboja, dan Laos akhirnya terungkap. Susi Pudjiastuti mengatakan, kasus perbudakan oleh PT PBR diduga sudah dilakukan sejak lama. Namun karena dilakukan secara rapi oleh perusahaan, praktik perbudakan sulit diketahui oleh pemerintah.

"Ini kejahatan yang sangat besar tetapi tidak ada orang yang berani mengungkap secara tuntas karena organisasi sangat rapi," tutur Susi.

Susi mengungkapkan, PT PBR cukup pintar menjalankan bisnis perikanan dengan melakukan praktik perbudakan kepada ABK asing. Pertama perusahaan membuka investasi di sebuah pulau terpencil di timur Indonesia. Kemudian perekrutan ABK asing di Thailand juga dilakukan rapi dengan melibatkan agen-agen tertentu.

"Mereka pakai wilayah remote area. Kemudian ABK awalnya direkrut untuk diperkejakan di Bangkok, faktanya mereka dinaikkan ke kapal. Umur ABK banyak di bawah 16-17 tahun dan itu diperjualbelikan," tambahnya.

Terungkapkan kasus Benjina membuka babak baru bagi Susi dan seluruh aparat penegak hukum lainnya untuk memberantas praktik illegal fishing. Tidak hanya pencurian ikan dan merugikan nelayan, illegal fishing diyakini Susi juga memberikan dampak lain seperti perdagangan manusia (human trafficking), perbudakan manusia (human slavery), hingga penyelundupan (smuggling).

"Saya pikir terbukanya kasus ini seperti topping ice dan baru keluar sekarang. Illegal fishing sudah menjadi isu internasional. Di kita hal ini baru sekarang hangat-hangatnya, kalau di Amerika dan Uni Eropa sudah lama dilakukan. Karena banyak aktifivitas lain yang ada di illegal fishing," jelas Susi sambil bercerita.

Susi Pudjiastuti meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mencabut izin satu perusahaan perikanan yaitu PT PBR. Perusahaan Indonesia yang berafiliasi dengan perusahaan asal Thailand itu terbukti melakukan sejumlah pelanggaran seperti perbudakan hingga perdagangan manusia.

"Karena ini PMA (Penanaman Modal Asing), SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan) ada di BKPM dan kita akan kirim surat ke BKPM untuk mencabut SIUP tersebut. Kapan? Kalau BKPM buka sore ini, ya sore ini juga kita ajukan suratnya," kata Susi.

Susi mengaku sudah gerah atas sikap PT PBR. Perusahaan yang memiliki 3 anak usaha terbukti melakukan tindakan yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia.

"Manusia mati diperbudak karena ikan, itu tidak dibenarkan dan kejahatan luar biasa," tegas Susi bernada tinggi.

Susi Pudjiastuti juga telah meminta seluruh izin operasional kapal tangkap dan kapal angkut (tramper), serta alat tangkap milik PT PBR dibekukan. Selain itu seluruh hasil ikan tangkapan PT PBR dilarang diperjualbelikan dan sementara disita oleh negara.

"Kita cabut izin SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) PBR. Ada ratas (rapat terbatas) dengan presiden dan Menko juga untuk menyegel hasil perikanan PBR di Benjina," tekan Susi.

Susi Pudjiastuti akhirnya marah besar kepada PT Pusaka Benjina Resources (PBR) atas praktik perbudakan dan suap. Susi menyatakan PT PBR tetap salah, meski sang pemilik Herman Wirmartino blak-blakan menyuap beberapa petugas pengawas termasuk dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Aktivitas PT PBR tetap salah dan mereka tidak boleh melempar isu untuk membenarkan aktivitas mereka," kata Susi bernada tinggi.

Bagi petugas pengawas KKP yang menerima uang suap dari PT PBR, Susi berjanji menindak tegas sesuai aturan kepegawaian. Kasus penyuapan yang dilakukan PT PBR kepada oknum petugas sempat membuat Susi kecewa.

"Tentu kalau ada kesalahan, kita akan ada tindakan disiplin. Tetapi PT PBR tidak bisa bahwa dengan memberikan uang operasional kepada aparat, aparat ini mengamini semua yang mereka lakukan," tambahnya.

Apalagi ada ucapan dari sang pemilik PT PBR Herman Wirmartino, yang dianggap tidak masuk seakan-akan PT PBR lepas tangan atas kasus perbudakan yang terjadi termasuk pemulangan ABK. Di sini Susi kembali marah.

"Kan tidak bisa seperti itu. Mereka senang dengan terbongkarnya (kasus ini) karena mereka jadi tidak keluar uang untuk mengeluarkan ABK ini. Itu sangat tidak beretika dan kurang ajar. Kenapa mereka bisa bersuara seperti itu," tegas Susi bernada tinggi.

Hide Ads