Saat ini, Negeri Tirai Bambu sedang membutuhkan uang tunai untuk menstabilkan pasar keuangannya, seperti kejatuhan pasar saham yang terjadi belakangan ini. Kondisi tersebut bisa membuat China berhenti membeli surat utang pemerintah AS.
China selama ini menjadi salah satu tumpuan pemerintah AS untuk menutup defisit anggarannya, lewat surat utang yang diterbitkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang Agustus, jumlah cadangan devisa China turun US$ 94 miliar, menjadi US$ 3,6 triliun. Banyak analis menyatakan, penurunan cadangan devisa ini karena penjualan surat utang pemerintah AS.
Prediksi bahwa China akan menyetop pembelian surat utang pemerintah AS, menimbulkan kekhawatiran, biaya bunga utang pemerintah AS akan makin meningkat ke depan. Karena itu, bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) diprediksi bakal menaikkan bunga acuannya pekan ini, sehingga surat utang pemerintah AS bakal menarik untuk investor.
"Jumlah dana asing yang keluar dari China melonjak dan yuan ikut tertekan. Satu-satunya yang bisa dilakukan China adalah menjual surat utang untuk membeli mata uangnya sendiri," kata analis, Walter Zimmerman dilansir dari CNN, Senin (14/9/2015).
China tidak bermaksud menjatuhkan perekonomian AS. Banyak orang khawatir, China bisa menghancurkan ekonomi AS, karena besarnya jumlah surat utang pemerintah AS yang dipegang negara tirai bambu ini.
Penjualan surat utang pemerintah AS oleh China bisa membuat imbal hasil (yield) surat utang ini meninggi. Ini bisa jadi masalah, karena bunga surat utang pemerintah AS menjadi acuan bunga kredit, seperti kartu kredit dan kredit kepemilikan rumah (KPR).
Belum ada yang tahu seberapa besar kebutuhan uang tunai China untuk menyelamatkan yuan dan pasar sahamnya. Namun yang pasti, China bakal berhenti membeli surat utang pemerintah AS. Akankah keguncangan di pasar keuangan dunia berlanjut?
(dnl/ang)











































