Batavia Air Protes Asetnya Dijual Sebagai Barang Rongsok

Batavia Air Protes Asetnya Dijual Sebagai Barang Rongsok

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 19 Nov 2015 18:42 WIB
Proses penghancuran pesawat tipe Boeing 737 milik Batavia Air yang dilakukan oleh pihak ketiga di bandara Soetta. Istimewa/dok Angkasa Pura II.
Jakarta - Maskapai penerbangan PT Metro Batavia (Batavia Air) telah diputus pailit oleh Pengdilan Negeri Jakarta Pusat. Saat ditetapkan pailit pada 30 Januari 2013 silam, aset Batavia Air saat itu ditaksir sebesar Rp 500 miliar nilai buku.

Kuasa Hukum Batavia Air Catur Wibowo mengungkapkan, aset-aset tersebut sudah menyusut sekitar 60% lebih akibat lama ditelantarkan. Sementara, total utang Batavia Air saat pailit tercatat sebesar Rp 1,2 triliun. Kewajiban tersebut meliputi utang pada karyawan, kantor pajak, bank, lessor, hingga operator bandara.

Catur mengatakan, selain penyusutan aset alami karena terlantar, aset-aset perusahaan juga banyak dijual murah oleh pihak kurator. Hal inilah yang membuat kewajiban utama, terutama pesangon dan gaji 3.200 eks karyawan Batavia Air masih terkatung-katung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contoh saja Batavia Air pernah mendapat pinjaman Bank Muamalat Rp 200 miliar untuk jaminan 95% suku cadang, tapi hanya dijual Rp 4 miliar oleh kurator," ujar Catur dalam konferensi pers di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2015).

Beberapa aset seperti pesawat dan simulator, kata Catur, bahkan terpaksa dijual sebagai barang rongsok.

"Dari penjualan tahap pertama sudah terjual aset tanah dan gedung, pesawat, kendaraan, ground handling. Beberapa pesawat juga dijual dalam rongsokan karena rusak. Simulator juga rusak, jadi jadi barang rongsok. Sekarang hanya sisa 3 dari 20 pesawat," jelas Catur.

Setelah penjualan tahap pertama, kini sisa aset tersebut meliputi satu pesawat Boeing 737-400 dengan nilai buku Rp 23,6 miliar, Boeing 737-400 senilai Rp 6,5 miliar, Boeing 737-300 senilai Rp 26,3 miliar. Aset lainnya berupa 5 mesin pesawat, 177 kendaraan, dan simulator senilai Rp 37,7 miliar.

"Sekarang aset menyusut 60% lebih. Simulator bahkan jadi rongsokan karena rusak. Kemudian sisa 3 pesawat pernah ditawar Rp 7,5 miliar, itu pun dengan harga penawaran serendah itu belum laku," terang Catur.

Selain faktor kurator yang dianggap tidak menjaga aset dan segera menjual aset, pihaknya juga mempertanyakan kurator yang hanya memberikan hak karyawan sebesar Rp 4 miliar, dari total Rp 36 miliar dari penjualan aset tahap pertama.

"Kewajiban karyawan harus didahulukan sebelum bank kreditor dan lessor, namun baru dibayar Rp 4 miliar. Sementara total utang pesangon ke karyawan Rp 150 miliar. Alasannya, penjualan pertama untuk pengeluaran kurator yang nilainya Rp 28 miliar," tutupnya.

Catur mengungkapkan, lambannya proses dari kurator membuat aset-aset yang tersisa tersebut semakin menyusut. "Karyawan yang akhirnya yang dirugikan," katanya.

(hen/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads