Harga tersebut merupakan jaminan pemerintah untuk menyerap bawang merah petani lewat Perum Bulog, untuk kemudian dijual di pasar di harga Rp 25.000/kg.
Sekretaris Jenderal Dewan Bawang Nasional, Amin Kartiawan Danova, mengungkapkan penetapan harga tersebut tidak mencerminkan harga bawang merah di pasar. Pasalnya, setiap varietas bawang memiliki kualitas yang berbeda sehingga tak bisa disamaratakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, harga varietas bawang merah yang ditanam di atas ketinggian 800 mdpl memiliki ukuran yang lebih besar, namun kualitas rasa dan aroma lebih rendah ketimbang jenisdari dataran rendah, seperti Bima.
"Varietasnya macam apa dulu, rancu itu, harus disebutkan. Kalau bawang Brebes sekarang Rp 20.000/kg belum rogol (berdaun) di petani, kalau bawang dataran tinggi Rp 15.000 sudah untung," jelas Amin.
Sentra-sentra penghasil bawang dataran tinggi antara lain Garut, Temanggung, Malang, Bandung, dan Majalengka. Sementara bawang dataran rendah umumnya berasal dari Bima, Nganjuk, dan Brebes.
"Kualitasnya jauh beda, maka harganya juga jauh. Kalau harga Rp 15.000/kg, mau berapa pun saya juga ada. Jadi kadang Bapak Menteri yang di atas kurang paham benar sama bawang merah di lapangan," ujar Amin yang juga petani bawang merah ini.
Sehingga, lanjutnya, jaminan harga bawang tersebut hanya menguntungkan petani bawang merah di daerah sejuk. Sementara bawang merah dataran rendah dengan kualitas baik, HPP tersebut belum menutup ongkos produksi. (ang/ang)











































