Nilai ekspor ini naik 3,69% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 2,58 miliar.
Sedangkan impor sepanjang Januari-Agustus 2016 menjadi US$ 269,79 juta atau turun 0,58% dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar US$ 271,37 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi nilai transaksi, ekspor ikan tangkap olahan mendominasi penjualan sepanjang Januari-Agustus 2016 US$ 1,197 miliar dan kemudian disusul oleh ikan budidaya non olahan US$ US$ 642,262 juta. Kemudian ekspor ikan budidaya olahan dan ikan tangkap non olahan masing-masing menyumbang US$ 453,909 juta dan US$ 386,993 juta.
Udang mendominasi ekspor perikanan Indonesia dengan negara tujuan paling banyak ke Amerika Serikat (AS). Sejak Januari-Agustus 2016, nilai ekspor udang mencapai US$ 1,139 miliar. Kemudian kelompok kepiting rajungan menyumbang transaksi US$ 354,178 juta diikuti kelompok rumput laut dan udang.
AS masih menjadi negara tujuan ekspor perikanan Indonesia terbesar dengan nilai transaksi sampai Agustus 2016 US$ 1,063 miliar. Selanjutnya, negara tujuan ekspor perikanan terbesar kedua Indonesia adalah Jepang dengan nilai US$ 396,990 juta dan Asia Tenggara US$ 348,085 juta.
Nilanto menambahkan, impor ikan masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. Diberikannya izin impor untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk perikanan yang diolah dan dipasarkan kembali baik di dalam negeri maupun diekspor.
"Izin impor ikan sangat beda dengan impor pertanian. Kalau pertanian diimpor karena pasokan dalam negeri tidak cukup, kalau impor ikan bukan untuk individu. Ini diimpor karena ditujukan untuk kebutuhan industri," tutur Nilanto.
Dirinya juga menjamin izin impor ikan yang diberikan hanya untuk industri, dan jika ditemukan ikan impor masuk ke pasar basah maka dirinya akan menarik produk tersebut. (hns/hns)











































