Pemerintah segera merilis insentif pajak penghasilan (PPh) demi menjaga daya beli masyarakat di tengah gempuran corona. Keputusan itu masuk dalam stimulus fiskal jilid II yang bakal diputuskan pada sore ini, Rabu (11/3/2020)
Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Raden Edi Prio Pambudi mengatakan keputusan itu ditetapkan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah serang virus corona, sehingga para pegawai akan mendapatkan gaji penuh alias take home pay (THP) tanpa terpotong pajak.
"Untuk fiskal kita akan rumuskan salah satunya relaksasi PPh Pasal 21, dari sisi permintaan dan suplai. Dari permintaan bisa menaikan atau menjaga daya beli, dalam wujud pajak ditanggung pemerintah sehingga pekerja bisa mendapatkan gaji secara penuh," kata Edi saat acara kongkow bisnis Pas FM di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Sedangkan untuk PPh pasal 25 atau untuk korporasi, Edi mengatakan desainnya akan diberikan kompensasi di awal.
"Untuk industri kita desain bagaimana aliran uang mereka tidak tertahan di dalam sistem perpajakan. Kan ada yang dipungut dulu, lalu dikompensasi di akhir tahun, daripada menunggu akhir tahu dikompensasi, kalau masih bisa menjadi haknya si wajib pajak itu akan diberikan di depan. Artinya tidak dikenakan di depan tapi ada perhitungan di belakang," ujarnya.
Menurut Edi implementasi stimulus jilid II ini akan berlaku selama enam bulan setelah diterbitkan pemerintah. Adapun keputusan mengenai stimulus ini akan ditetapkan pasa sore hari ini di rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Mengenai dana yang disediakan pemerintah, kata Edi akan lebih besar dari stimulus jilid I yang nilainya Rp 10,3 triliun. Sebab, stimulus jilid II ini untuk seluruh sektor yang terdampak virus corona.
"Nah desainnya perlu kita sepakati sore ini," ungkap dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah menyiapkan insentif baru yang isinya adalah keringanan pajak. Insentif itu diberikan kepada orang pribadi dan korporasi.
Insentif baru itu adalah pajak penghasilan 21 (PPh 21), PPh 22, dan PPh 25, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Semuanya itu adalah stimulus di tengah tekanan yang diakibatkan corona (covid-19).
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36/ 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan PPh Pasal 25 adalah Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang memiliki kegiatan usaha diwajibkan membayar angsuran Pajak Penghasilan setiap bulannya.
Khusus percepatan restitusi, juga diputuskan untuk menaikkan batasan nilainya. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menaikkan batasannya menjadi Rp 5 miliar dari sebelumnya Rp 1 miliar.