Realisasi Investasi Seret Imbas Corona, Ini yang Harus Dilakukan?

Realisasi Investasi Seret Imbas Corona, Ini yang Harus Dilakukan?

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 28 Apr 2020 16:30 WIB
Siluet pegawai dan tamu di depan logo Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Realisasi investasi sepanjang tahun ini diperkirakan tidak mencapai target akibat pandemi COVID-19. Sejumlah ekonom menilai, pemerintah tidak boleh berpangku tangan menghadapi potensi penurunan realisasi investasi.

Realisasi investasi langsung dinilai semakin mendesak sebagai salah satu solusi mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke jalurnya usai pandemi COVID-19 berakhir nanti.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini realisasi investasi di Indonesia dinyatakan masih tumbuh positif. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sebesar Rp 210,7 triliun sepanjang kuartal I-2020 bersumber dari penananaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Jumlah tersebut setara dengan 23,8% dari total target investasi tahun 2020 sebesar Rp 886,1 triliun.

Meskipun realisasi investasi pada kuartal I-2020 terbilang bagus, Bahlil memperkirakan hasil yang sama akan sulit tercapai di kuartal kedua dikarenakan dampak dari pandemi COVID-19, sehingga akan mempengaruhi target investasi hingga akhir tahun.

Padahal negara sangat membutuhkan realisasi investasi ini karena diharapkan mampu menciptakan efek berganda untuk perekonomian nasional.

Mulai dari menciptakan produk substitusi impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri. Selain itu, investasi secara langsung juga akan meningkatkan daya saing dan angka ekspor nasional yang bernilai tambah tinggi. Pada akhirnya diharapkan aktivitas ekonomi yang terbentuk dari realisasi investasi ini akan meningkatkan pendapatan negara, terutama dari unsur pajak.

"Untuk meningkatkan pendapatan pajak, melahirkan substitusi impor dan meningkatkan kualitas ekspor menjadi output dari realisasi investasi, jadi kami kawal itu dengan pusat komando pengawalan investasi," ujar Bahlil.

Oleh karena itu, selain memperlancar masuknya investasi melalui BKPM, pemerintah juga diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan relaksasi terkait investasi dalam dan luar negeri. Kebijakan fiskal dan kebijakan nonfiskal yang positif guna mendorong investasi dapat menjadi opsi paling tepat untuk meningkatkan kepercayaan pelaku usaha agar menjalankan investasinya di Indonesia saat ini.

Peneliti Senior INDEF Enny Sri Hartati berkomentar, realisasi investasi menjadi semakin mendesak saat ini karena diharapkan dapat menjadi solusi atas peliknya dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan jutaan buruh terkena pemutusan hubungan kerja.

"Kalau tidak ada investasi, mereka akan bekerja dimana?" ungkap Enny.

Menurut Enny, pemerintah harus jeli memanfaatkan momentum rencana sejumlah negara merelokasi investasinya keluar dari China ke negara-negara ASEAN akibat pandemi COVID-19. Kemunculan pandemi ini telah menyadarkan banyak pihak akan tingginya risiko bila menempatkan investasi terpusat di satu negara saja.

Meskipun sebagian pihak berpendapat rantai pasokan global menjadi lebih efisien, namun menempatkan investasi di satu negara akan mengakibatkan ketergantungan yang luar biasa. "Itu sebabnya, Jepang sudah memutuskan akan merelokasi investasi beberapa industri di China," tambah Enny.

Relokasi investasi, menurut Enny, akan menjadi kecenderungan global. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia agar tidak kehilangan momentum. Terlebih, dalam dua tahun terakhir, penanaman modal asing terus tumbuh negatif.

Rantai pasokan global yang terpusat di China dalam beberapa tahun terakhir telah mengakibatkan industri manufaktur kita terseok-seok karena kalah bersaing. Tak heran, investasi di sektor manufaktur dalam beberapa tahun terakhir sangat minim. Padahal, investasi di industri pengolahan sangat besar manfaatnya bagi perekonomian.

Selain menciptakan berbagai produk substitusi impor, sektor manufaktur sangat besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja.

"Investasi di sektor manufaktur inilah yang selama ini diabaikan padahal sangat dibutuhkan bagi perekonomian," kata Enny.

Enny juga menyampaikan, bahwa selama ini komitmen investasi sebetulnya terus berdatangan. Namun, komitmen investasi tidak serta merta terealisasi karena kerap menghadapi berbagai hambatan seperti tidak adanya kepastian berusaha dan kurang memadainya infrastruktur penunjang.

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya harus bisa memberikan kepastian usaha terhadap investor melalui regulasi yang mendukung. Menurut Enny, investor selalu menginginkan kepastian secara terperinci sejak awal. Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan kepada investor untuk mengetahui kebutuhan mereka. Pendekatan seperti itu akan jauh lebih efektif untuk mencapai titik temu.

Selain soal kepastian berusaha, persoalan lain yang menjadi kekhawatiran investor adalah infrastruktur. "Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai, seperti kawasan industri yang mampu menekan harga energi dan menyediakan konektivitas logistik yang efisien," tutup Enny. (dna/dna)


Hide Ads