Mampukah UMKM Kebal di Tengah Corona Seperti saat Krisis 1998?

Mampukah UMKM Kebal di Tengah Corona Seperti saat Krisis 1998?

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 25 Jun 2020 12:26 WIB
Sejumlah perajin rotan menyelesaikan pesanan di sentra kerajinan rotan di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (30/4/2020). Presiden Joko Widodo memastikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun dibebaskan dari pajak penghasilan selama April-September 2020, untuk meringankan beban UMKM di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/FB Anggoro/nz.
Ilustrasi Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Jakarta -

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyebut dampak Corona (COVID-19) sangat memukul pelaku bisnis UMKM. Bahkan dampaknya lebih dalam dari krisis 1998. Saat itu, UMKM masih bisa bertahan.

Kali ini kondisi jauh berbeda. Teten mengatakan setengah dari UMKM diprediksi akan bertumbangan mulai September mendatang jika pandemi ini belum juga berakhir.

"Hari ini di tengah pandemi COVID-19 justru UMKM yang terpukul dari 2 sisi yaitu dari sisi supply dan demand. ICC (International Chamber of Commerce) bahkan memprediksi bahwa kemungkinan pasca September akan ada separuh UMKM yang bertumbangan," kata Teten dalam webinar, Kamis (25/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, dia menyebut ada beberapa kategori UMKM yang mampu bertahan melewati pandemi ini. Pertama, UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital. Namun sayangnya jumlah UMKM yang sudah masuk ke pasar online itu baru 13%.

"Jadi 87%-nya masih offline. Jadi ini kita harus percepat. Catatan dari BI penjualan online di tengah pandemi COVID-19 naik 18% dan jumlah akun baru yang jualan di market online juga bertambah. Dari data ini kita harus percepat transformasi digitalisasi UMKM," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Kedua, UMKM yang mampu berinovasi dan melihat peluang dengan banting setir jualan segala kebutuhan yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.

"Banyak UMKM yang banting setir. Konveksi misalnya bikin masker kain, lalu ada inovasi-inovasi produk makanan siap saji kemasan yang mudah diperjualbelikan dan dari segi kesehatan itu saya kira cukup berkembang," urainya.

Direktur Eksekutif & Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI), Budi Hanoto menambahkan bahwa ada 72,6% UMKM yang terdampak. Mereka sedang menghadapi situasi penurunan penjualan, kesulitan modal, hingga bahan baku.

"Itu semua porak-poranda. Memang UMKM paling terdampak 72,6%. Tapi kita semua berusaha untuk membuat ini semua melalui restrukturisasi kredit melalui beberapa offtaker dan seterusnya," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Meski begitu, Budi menyebut UMKM masih bisa untuk bertahan. Dia menilai UMKM punya beberapa strategi yang tidak dilakukan oleh pelaku bisnis besar yang lain.

"Bukan UMKM kalau tidak tahan banting. Kami mencatat UMKM dapat bertahan itu dia pertama kali melakukan penghematan. Kedua, dia mencari sambilan-sambilan bikin masker, bikin minuman sehat, nanam jahe untuk empon-empon. Ketiga, dia punya modal sosial bagus dia pinjam dulu ke kerabatnya," urainya.




(zlf/zlf)

Hide Ads