Dengan peningkatan dan penurunan kinerja ekspor tersebut, maka pangsa ekspor non migas nasional masih tidak berubah, dikatakan Suhariyanto posisi pertama masih diduduki oleh China dengan share 22,87% atau setara US$ 3,32 miliar. Selanjutnya disusul oleh Amerika Serikat (AS) share-nya sebesar 11,06%, lalu Jepang sebesar 8,18%, dan India sebesar 6,64%.
Sementara untuk negara ASEAN share-nya sebesar 20,86% atau setara US$ 3,03 miliar dan Uni Eropa share-nya sebesar 7,62% atau setara US$ 1,11 miliar.
Sedangkan untuk kinerja impor, BPS mencatat terjadi peningkatan nilai impor dari negeri Tirai Bambu sebesar US$ 1,09 miliar disusul oleh Jepang sebesar US$ 226 juta, Hong Kong sebesar US$ 124,6 juta, Kanada sebesar US$ 92,7 juta, dan Taiwan sebesar US$ 84,9 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara nilai impor Indonesia yang mengalami penurunan sangat dalam, dikatakan Suhariyanto adalah ke Ukraina yaitu sebesar US$ 76,9 juta, lalu Singapura sebesar US$ 65,7 juta, Malaysia sebesar US$ 49,4 juta, Hungaria sebesar US$ 49 juta, dan Uni Emirat Arab sebesar US$ 27,4 juta.
"Tetapi berdasarkan negara asal tidak berubah, impor utama kita masih dari Tiongkok sebesar US$ 3,89 miliar, artinya kontribusinya 33,61%, berikutnya dari Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Korea Selatan," ungkapnya.
"Kalau dari ASEAN sebesar 16,48% atau US$ 1,91 miliar, dan Uni Eropa 7,67% atau US$ 0,89 miliar," tambahnya.
BPS mencatat neraca dagang Indonesia surplus US$ 2,61 miliar pada November 2020. Surplus dikarenakan nilai ekspor lebih besar daripada impor. Adapun nilai ekspor tercatat US$ 15,28 miliar dan nilai impor sebesar US$ 12,66 miliar.
(hek/fdl)