Ia sudah berusaha menghubungi pemilik bimbel tersebut, Wahyu Iskandaria dan sempat dijanjikan bakal dibayar. Namun, tiba-tiba mulai Agustus 2020, Eka sama sekali tidak bisa menghubungi pemilik bimbel tersebut.
"Sebenarnya pada saat saya keluar itu dia sudah ada obrolan memang. Pada saat saya resign itu dia menjanjikan akan dicicil. Makanya saat itu saya cukup ada rasa kepercayaan terhadap beliau itu. Cuman setelah sebulan dua bulan tidak ada update sama sekali untuk pelunasannya atau pembayaran secara mencicilnya," ucapnya.
Selain penunggakan gaji, hal lain yang dikeluhkan karyawan di sana adalah soal kepesertaan BP Ketenagakerjaan. Perusahaan awalnya menjanjikan kepesertaan asuransi tersebut akan tetapi sebagian sama sekali tidak terdaftar, sebagian lagi terdaftar namun iurannya pun tertunggak alias tidak dibayar perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah banyak yang resign dan cek BP TK ini ternyata mereka tidak terdaftar atau ada yang didaftarkan tapi nunggak biayanya," ungkap Eka.
Menurut Eka, penundaan hingga penunggakan gaji ini sudah mulai terjadi sebelum pandemi tepatnya sejak 2019 lalu. Dia dan karyawan lain sudah mulai merasakan ada yang tidak beres dengan keuangan perusahaan tersebut. Lalu, ada pandemi kondisinya semakin parah lagi sampai 3 bulan gaji Eka tidak dibayar sama sekali sampai sekarang. Untuk masalahnya apa, Eka mengaku kurang mengetahuinya.
"Mungkin lebih ke internal, mis-management aja sih kayaknya gimana me-manage bisnis untuk program kerja, untuk bisa dapat murid, gitu sih kayaknya yang akhirnya malah memberatkan anggaran dan malah tidak ada pendapatan di situ dan kemudian timingnya pas dengan pandemi juga," paparnya.
Eka mengaku dirinya dan karyawan lain sudah mencoba melaporkan hal ini ke pihak berwenang. Akan tetapi, karena kurangnya pengetahuan jadi mereka juga kurang mengumpulkan bukti fisik yang dibutuhkan.
"Kalau upaya hukum sebenarnya karena kita waktu itu masih kayak buta untuk bagaimana caranya pelaporan hal seperti ini. Ada beberapa yang tau untuk lapor ke Disnaker, tapi desas-desusnya ribet juga, contoh kayak bukti fisik yang harus kuat untuk membuktikan ada kejanggalan dari penggajian perusahaan dan kita juga kurang bukti fisiknya karena kebetulan contoh kayak kontrak kerja itu hilang karena di simpan di sebuah hard drive di laptop yang waktu itu lagi rusak," tuturnya.
(fdl/fdl)