Krisis Ukraina juga memunculkan gangguan rantai pasokan (supply chain disruption). Jika perang berkepanjangan dan banyak jalur-jalur pasokan global dan infrastruktur pelabuhan rusak, rantai pasokan global akan terhambat.
Padahal, jelas dia, sebelum krisis Ukraina, dunia baru saja berusaha pulih dari krisis rantai pasokan global akibat pandemi COVID-19. Krisis Ukraina menambah goncangan bagi sisi penawaran untuk bahan-bahan komoditas.
"Dari sisi demand, ketika harga-harga naik yang mengakibatkan final goods (barang jadi) meningkat maka masyarakat akan mengeluarkan lebih banyak uang. Akibatnya daya beli menjadi semakin turun," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika krisis berlangsung lebih lama maka pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih lemah, stagnan, dan cenderung menurun, dan inflasi terancam lebih tinggi lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia yang semula diramalkan 3,9% pada 2022, menurutnya dengan krisis Ukraina maka IMF dan Bank Dunia diperkirakan akan mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semula diramalkan 5,6% pada 2022 diperkirakan akan lebih rendah jika perang berlanjut.
Dijelaskan bahwa Rusia menyumbang 1,9% total barang ekspor dunia, bermitra dengan China, Uni Eropa dan USA. Rusia juga mengekspor 49% minyak bumi dan gas ke Uni Eropa dan negara ke 7 eksportir gas untuk Jepang, UE, Jepang dan China. Rusia juga mengekspor batubara.
"Krisis Ukraina telah memicu kelangkaan energi dunia dan memicu kenaikan tinggi harga CPO dan komoditas lain. Harga CPO telah menyentuh 8 ribu ringgit per ons, batubara mencapai US$ 400 per ton," ujar dia.
Lanjutnya, perang Rusia dan Ukraina menyebabkan ketergantungan terhadap negara mana saja terutama hubungan perdagangan. Pada perdagangan internasional dengan Rusia dan Ukraina terjadi melalui rantai pasokan tak langsung ekspor melalui negara lain. Dalam hal ini China.
"Ketika terjadi kontraksi negative growth, maka akan menekan demand barang-barang dari China. Eskpor bahan baku Indonesia ke China terhitung besar. Akan ada dampak tidak langsung terhadap supply perdagangan internasional yang juga akan mempengaruhi international trade Indonesia," tambah Eisha.
(toy/dna)