Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menjadi sorotan masyarakat lantaran kasus Rafael Alun Trisambodo dalam beberapa waktu terakhir. Di tengah kondisi itu, pemerintah juga diminta untuk memerhatikan rumitnya proses impor barang untuk truk pengangkut.
Anggota Komisi III DPR RI Dede Indra Permana Soediro menyoroti terkait rumitnya proses impor barang. Menurutnya hal ini dapat merugikan para pengusaha transportasi.
"Kami mendapat aspirasi dari kalangan pengusaha transportasi yang mana apabila seorang pengusaha akan mengimpor barang dalam hal ini truk pengangkut, pengusaha dikenakan PPN 11%, Bea Masuk 5%, PPh 2,5%, dan BPNKB hingga 70 Juta per unit, padahal sebelum unit truk tersebut beroperasi unit harus dilengkapi trailer dan kelengkapan lainnya," kata Dede Soediro, Rabu (8/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Disini bisa kita lihat seberapa tinggi dan tumpuk menumpuknya pajak atau kewajiban yang harus dibayarkan seorang pengusaha yang mana unit tersebut menjadi modal investasi dan berniaga di wilayah Indonesia, mendorong terjadinya perputaran ekonomi di Indonesia, serta menyerap tenaga kerja," tambah Dede lagi.
Padahal hingga saat ini, menurutnya unit tersebut belum diproduksi dalam negeri sehingga mau tidak mau pengusaha harus mengimport dari luar negeri. Akibatnya harga unit truk pengangkut naik hingga 40%.
"Ketika import unit jadi seharusnya tidak dikenakan PPN 11% karena tidak ada nilai tambah yang akhirnya harga unit yang sudah tinggi bertambah tinggi hingga mencapai 40% dari harga aslinya." Ucap Dede Soediro.
Menurut Dede, tingginya kewajiban dan regulasi yang terlalu rumit ini berpotensi memunculkan kecenderungan untuk melakukan akal-akalan maupun persekongkolan antara petugas dan pengusaha, karena pengusaha tidak mampu mengeluarkan modal investasi yang begitu besar.
"Bisa kita lihat dari banyaknya perusahaan transportasi yang tutup, karena unit lama yang sudah usang harus diregenerasi namun cost terlalu tinggi, maka terjadi kelangkaan padahal permintaan/kebutuhan akan transportasi masih tinggi sehingga endingnya terjadi inflasi," katanya.
"Yang menjadi pertanyaan mengapa insentif pajak justru diberikan pada barang konsumsi dengan mengurangi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bukan pada barang modal usaha yang nantinya menjadi pendorong roda perekonomian tanah air," Tutur Dede Soediro.