AS Mumet, Ekonomi Triwulan I Cuma Tumbuh 1,1%

AS Mumet, Ekonomi Triwulan I Cuma Tumbuh 1,1%

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 27 Apr 2023 23:20 WIB
NEW YORK, NEW YORK - OCTOBER 14: People walk outside The New York Stock Exchange (NYSE) in lower Manhattan on October 14, 2022 in New York City. Following more inflation concerns, the Dow Jones Industrial Average fell 403.89 points, or 1.34%, on Friday.  (Photo by Spencer Platt/Getty Images)
Ilustrasi.Foto: Getty Images/Spencer Platt
Jakarta -

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat pada triwulan pertama 2023 ini, jauh di bawah ekspektasi pasar. Kondisi ini disebabkan karena kenaikan suku bunga dan inflasi, hingga menahan perekonomian negara tersebut.

Dilansir dari CNBC, Kamis (27/4/2023) ekonomi AS hanya tumbuh 1,1% pada kuartal I 2023. Angka ini jauh di bawah survei Dow Jones kepada para ekonom yang memproyeksikannya angkanya bisa mencapai 2%. Tingkat pertumbuhan tersebut juga melambat dari periode sebelumnya, di mana PDB bisa tumbuh 2,6%,

Laporan tersebut juga menunjukkan, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi, patokan Federal Reserve untuk menghitung inflasi, meningkat 4,2%, di atas perkiraan 3,7%. Di luar makanan dan energi, PCE inti naik 4,9%, dibandingkan dengan kenaikan sebelumnya sebesar 4,4%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, pada awalnya saham juga turut bereaksi terhadap laporan tersebut, dengan indeks utama menunjukkan angka pembukaan yang lebih tinggi. Tidak hanya itu, imbal hasil dari obligasi pemerintah AS, AS Treasury Yield, juga mengalami peningkatan.

"Perlambatan pertumbuhan terjadi karena penurunan investasi inventaris swasta dan perlambatan investasi tetap nonresidensial. Perlambatan inventaris menyebabkan 2,26 poin persentase dari angka utama," kata laporan tersebut.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, masih ada kabar baik yang disampaikan dalam laporan tersebut. Angka konsumsi alias pengeluaran konsumen meningkat sebesar 3,7%, diikuti dengan kenaikan angka ekspor 4,8%. Di sisi lain, Investasi Domestik Swasta Bruto anjlok 12,5%.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik

Kepala Ekonom di LPL Financial, Jeffrey Roach mengatakan, ekonomi AS berkemungkinan sedang berada pada titik belok. Kondisi ini diakibatkan oleh sempat melemahnya belanja konsumen dalam beberapa bulan terakhir.

"Sifat berkebalikan dari laporan PDB itu mungkin menyesatkan pasar karena kita tahu konsumen masih berbelanja di bulan Januari. Tetapi sejak Maret, telah mundur karena konsumen semakin pesimis tentang masa depan," kata Roach.

Sementara itu, dalam berita ekonomi lainnya, klaim angka pengangguran mencapai 230.000 pada sepekan per 22 April. Angka ini turun 16.000 dari sebelumnya dan berada di bawah perkiraan yakni 249.000.

Sebagai tambahan informasi, laporan PDB tersebut muncul beriringan dengan Bank Sentral AS, Federal Reserve yang tengah berupaya menangani inflasi yang telah berjalan pada level tertingginya selama 40 tahun terakhir.

Dalam rezim pengetatan kebijakan yang dimulai pada Maret 2022 ini, bank sentral telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 4,75 poin persentase, membawanya ke level tertinggi dalam hampir 16 tahun.

Meskipun inflasi telah turun dari puncaknya di angka 9% pada Juni 2022 silam, saat ini inflasi tetap jauh di atas target The Fed sebesar 2%. Para pembuat kebijakan mengatakan, inflasi masih terlalu tinggi dan masih membutuhkan kenaikan suku bunga.


Hide Ads