Benahi Praktik Usaha Curang, KKP Gandeng Pemerintah Daerah

Benahi Praktik Usaha Curang, KKP Gandeng Pemerintah Daerah

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 31 Mei 2023 08:30 WIB
Kapal nelayan berangkat melaut terlihat dari Pelabuhan Ikan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (9/11/2021). Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan secara terukur pada awal tahun 2022 di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang diharapkan bisa menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan ekosistem laut secara bersamaan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/hp.
Foto: ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA
Jakarta -

Pemerintah pusat dan daerah sepakat untuk membenahi penangkapan ikan nasional, apalagi menyoal soal kecurangan yang dilakukan pelaku usaha. Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kepala Dinas Kelautan daerah bersepakat untuk mengevaluasi atau menghentikan sementara izin untuk kapal penangkapan baru yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Agus Suherman mengatakan penghentian sementara itu untuk kapal-kapal ukuran di atas 5 gross tonnage (GT) sampai 30 GT yang izinnya dikeluarkan oleh dinas daerah. Agus mengatakan hal ini dilakukan untuk pembenahan kecurangan yang dilakukan pelaku usaha penangkapan ikan.

"Jadi gini kita itu izin pusat (kapal) itu hanya sekitar 6.700. Sekarang setelah kita lakukan pertemuan ini, di Jawa Tengah puluhan ribu izin yang dikeluarkan provinsi, Jawa Timur juga sangat banyak izin yang dikeluarkan," jelasnya kepada detikcom saat ditemui di Mercure Ancol, Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, banyaknya izin kapal yang dikeluarkan dinas daerah juga tidak memberikan penghasilan bagi daerah. Karena kapal yang diberikan izin itu tidak dipungut biaya apapun, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Jadi nilai yang mereka peroleh itu tidak seberapa, kemudian semakin merusak sumber daya alam, kerusakannya itu semakin tinggi,"lanjutnya.

ADVERTISEMENT

"Padahal sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat," turutnya Agus.

"Artinya sumber daya ikan sebagai bagian dari kekayaan sumber daya alam kita harus memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat, bukan hanya pelaku usaha pemilik kapal yang terlibat langsung dengan penangkapan ikan. Untuk itu mengapa negara memungut PNBP yang hasilnya digunakan untuk pembangunan. Agar aspek keadilan dan pemerataan manfaat benar-benar terjamin," tambahnya.

Kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha agar terhindari dari PNBP dengan sengaja memberikan data yang tidak benar terkait ukuran kapalnya. Agus mencontohkan, ada pelaku usaha yang mengaku kapalnya ukuran 30 GT.

"Ternyata setelah diukur ulang menjadi 150 GT. 9 GT diukur 67 GT, yang kaya gitu kita tampung peristiwa itu," jelasnya.

Kecurangan juga berupa pelanggaran daerah operasi. Sesuai ketentuan, izin yang dikeluarkan oleh daerah adalah untuk kapal-kapal yang beroperasi di bawah 12 mil laut. "Pertanyaannya benarkah kapal-kapal tersebut beroparasi di bawah 12 laut? Jika ternyata justru beroperasi di atas 12 mil dia harus menggunakan izin pusat alias harus bermigrasi," jelasnya.

KKP dan dinas daerah sepakat untuk menghentikan sementara pemberian izin kapal baru yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, kecuali untuk nelayan kecil. Pemerintah pusat dan daerah bersepakat untuk bersinergi membebani penangkapan ikan nasional.

Lihat juga Video: KKP Setop Proyek Reklamasi Dermaga Tambang Nikel di Morowali

[Gambas:Video 20detik]

(ada/dna)

Hide Ads