Jakarta -
Beberapa waktu terakhir, media massa ramai memberitakan tentang permasalahan antara lembaga jasa keuangan (LJK) dengan konsumennya. Ketidaksepahaman atas perjanjian yang disepakati kerap menjadi sumber masalah. Selain itu, pemerataan akses keuangan masyarakat pun menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan.
World Bank melalui jurnal berjudul Financial Inclusion: A Foothold on the Ladder Toward Prosperity? menyatakan bahwa kemudahan masyarakat untuk mengakses sektor jasa keuangan berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan. Masyarakat akan mampu mengembangkan potensi ekonomi yang dimiliki untuk meningkatkan taraf kehidupannya.
Tentu peningkatan akses masyarakat terhadap sektor jasa keuangan (inklusi keuangan) harus didukung dengan peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan jasa keuangan tersebut (literasi keuangan). Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022, tingkat inklusi keuangan mencapai 85,10% sedangkan literasi keuangan sebesar 49,68%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, ada masyarakat yang telah mengakses jasa keuangan, tetapi belum sepenuhnya memahami produk dan layanan jasa keuangan yang dimiliki. Sehingga, ketidakpahaman inilah yang menjadi salah satu sumber permasalahan LJK dengan konsumennya di kemudian hari.
Meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat menjadi pekerjaan rumah bersama. Dengan literasi dan inklusi keuangan yang baik, konsumen akan merasa aman dan nyaman dalam menggunakan produk dan layanan jasa keuangan.
Literasi keuangan juga menjadi pondasi dasar terwujudnya fungsi pelindungan konsumen. Baik konsumen dan LJK akan mampu memahami hak dan kewajibannya. Sehingga, jika terjadi permasalahan dapat diselesaikan sesegera mungkin.
Mengingat pentingnya literasi dan inklusi keuangan, OJK telah menetapkan sasaran prioritas peningkatan literasi dan inklusi keuangan yang tertuang dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2021-2025, antara lain perempuan dan penyandang disabilitas.
Selain itu, ada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), komunitas, masyarakat 3T (terdepan, terluar, tertinggal), Tenaga Kerja Indonesia (TKI), petani dan nelayan, profesi, serta karyawan. Pelajar, mahasiswa, dan pemuda juga termasuk sebagai sasaran prioritas.
Perempuan berperan sebagai pengelola keuangan keluarga dan guru pertama bagi anak. Selain itu, untuk mendukung perekonomian keluarga, perempuan juga menjadi pekerja baik sektor formal maupun informal, misalnya menjadi pelaku UMKM.
Lanjut ke halaman berikutnya
Tidak berbeda jauh dengan perempuan, perhatian khusus juga dibutuhkan disabilitas dalam hal peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Hardiyo merupakan penyandang disabilitas yang berhasil menjadi pengusaha keset kaki di Kabupaten Gunungkidul, D.I Yogyakarta. Dengan menggunakan pinjaman dari bank di daerahnya, Hardiyo berhasil mengembangkan usahanya bahkan mampu mempekerjakan 30 orang karyawan.
Akan tetapi, cerita manis ini masih diperhadapkan dengan kenyataan adanya kebutuhan ramah disabilitas di sektor jasa keuangan. Misalnya, struktur gedung LJK yang memfasilitasi kebutuhan disabilitas dan perlakukan khusus ketika LJK melakukan Know Your Customer (KYC). Tentu, nasabah tuna netra akan kesulitan ketika diwajibkan memiliki tanda tangan yang sama.
Untuk menjawab tantangan ini, OJK telah menyusun panduan bagi LJK dalam memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas berupa Petunjuk Teknis Operasional (PTO) untuk Pelayanan Keuangan kepada Penyandang Disabilitas serta melakukan kegiatan literasi dan edukasi bekerja sama dengan Persatuan Penyandang Disabilitas di Indonesia.
OJK juga telah memiliki infrastruktur literasi keuangan bagi penyandang disabilitas tuna netra yaitu buku perencanaan keuangan dalam versi Braile. OJK terus mendorong LJK untuk dapat memperluas akses keuangan disabilitas melalui program 'satu difabel satu rekening'.
Perempuan dan penyandang disabilitas menjadi bagian dari pelaku UMKM yang membutuhkan peningkatan literasi dan inklusi keuangan untuk memajukan usahanya. Dengan literasi keuangan yang mumpuni, mereka akan mampu memilih produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan, profil risiko dan kemampuan bayarnya. Manfaat, risiko, biaya, jangka waktu peminjaman serta persyaratan lainnya pun dapat dipahami dengan baik.
Kemudahan mengakses jasa keuangan dengan didukung literasi yang baik akan mendorong perkembangan kegiatan usaha masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri dalam merintis atau mengembangkan usaha, membutuhkan dukungan permodalan.
Apalagi bagi pelaku UMKM yang masih dikategorikan sebagai unbankable dan undeserved. Jika modal yang diperoleh dapat dikelola dengan baik, maka tidak hanya usaha dapat tumbuh, pengembalian modal pun dapat dilakukan tepat waktu.
Dengan literasi dan inklusi keuangan, potensi masyarakat menjadi korban penipuan berkedok investasi (investasi bodong) dapat ditekan. Masyarakat didorong untuk berinvestasi di produk dan layanan jasa keuangan yang diawasi OJK.
Tentu, investasi dilakukan dengan memperhatikan jangka waktu, tujuan investasi dan profil risiko yang dimiliki. Gunakan 'dana dingin' ketika berinvestasi. Masyarakat undeserved dan unbankable dapat mengakses pendanaan dari fintech lending yang berizin OJK.
Lanjut ke halaman berikutnya
Pinjaman didorong untuk kebutuhan produktif serta menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bayar. Jangan meminjam dari pinjaman online ilegal.
Selain itu, literasi dan inklusi keuangan yang baik akan mendorong LJK melakukan pendalaman pasar dan inovasi produk dan layanan. Potensi terjadinya permasalahan di kemudian hari antara LJK dan konsumennya yang disebabkan ketidaksepahaman atas perjanjian yang disepakati dapat diminimalisir.
Perluasan akses keuangan dapat menjadi strategi yang efektif untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Akses pembiayaan yang mudah dan murah akan menciptakan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai daerah yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi kawasan.
Kolaborasi dan sinergi OJK, kementerian/lembaga, LJK, dan pemerintah daerah menjadi kunci untuk menyukseskan peningkatan serta pemerataan literasi dan inklusi keuangan di seluruh pelosok negeri.
Peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) pun sangat krusial termasuk dalam pelaksanaan edukasi keuangan dan business matching antara masyarakat dan LJK sebagai sumber permodalan. Sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional dapat dicapai.
Sinergi dan kolaborasi yang telah dilakukan selama ini tergambar melalui pencapaian selama pelaksanaan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2023 yang meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak Mei 2023.
Selama periode pelaksanaan, tercatat telah diselenggarakan sebanyak 2.851 kegiatan dengan total peserta sebanyak 1.841.357 masyarakat atau naik 15,09 persen dibanding dengan pelaksanaan tahun 2022. Rincian total rekapitulasi capaian akses keuangan selama BIK 2023 mencapai 7.936.718 akses produk dan layanan jasa keuangan.
Tentu pencapaian ini bukan alasan untuk berpuas diri. Literasi keuangan masyarakat harus terus ditingkatkan serta OJK terus mendorong kreativitas LJK agar dapat menghasilkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
OJK senantiasa berkomitmen memperkuat pengawasan di sektor jasa keuangan dengan tetap mendorong pertumbuhan industri dan perlindungan konsumen.
Simak Video "OJK Ajak Media Massa Jadi Duta Literasi Keuangan Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]