Sedot Sepertiga Uang Negara, Pemda Diminta Melek Perubahan Iklim

Sedot Sepertiga Uang Negara, Pemda Diminta Melek Perubahan Iklim

Samuel Gading - detikFinance
Senin, 27 Nov 2023 13:33 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat APBN kembali surplus per Mei 2023. Besarannya Rp 204,3 triliun atau 0,97% terhadap produk domestik bruto (PDB), Rabu (5/7/2023).
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan pemerintah saat ini berupaya memotivasi pemerintah daerah (pemda) untuk sadar terhadap isu perubahan iklim. Hal ini disebabkan Pemda menguasai sepertiga dari total belanja negara.

"Kita melakukan berbagai instrumen kebijakan dan motivasi kepada local government," ucap Sri Mulyani dalam agenda World Bank Event, Climate Change and Indonesia's Future: An Intergenerational Dialogue yang disiarkan di YouTube Think Policy, Senin (27/11/2023).

Sri Mulyani mengatakan sejumlah instrumen kebijakan yang diberikan adalah Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik). DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Adapun instrumen kebijakan lainnya adalah dana bagi hasil (DBH).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus motivate local government karena sepertiga belanja negara adalah melalui pemerintah daerah. Oleh sebab itu kita melakukan berbagai instrument policy dan motivation kepada local government. Seperti DAK Fisik, dana bagi hasil, dan berbagai instrumen untuk me-motivate daerah untuk me-mainstream-kan (mempopulerkan) climate change," sambungnya.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah kini juga mengembangkan sejumlah instrumen fiskal dan keuangan untuk menangani perubahan iklim. Salah satunya adalah efek bersifat utang berwawasan lingkungan atau green bond yang dikombinasikan dengan SUKUK atau obligasi syariah.

ADVERTISEMENT

Direktur Pelaksana Bank Dunia periode 2010-2016 ini mengatakan, Indonesia sudah menerbitkan total US$ 5 miliar atau Rp 77 triliun (kurs Rp 15.537) SUKUK Green Bond secara global sejak 2018. Sementara di dalam negeri, pemerintah juga memperkenalkan SUKUK retail-domestic green yang penerbitannya sudah mencapai Rp 21,8 triliun. Sri Mulyani mengatakan berbagai instrumen tersebut terbukti sukses menurunkan emisi Indonesia.

"Peluncuran instrumen ini secara akuntabel menjelaskan instrumen green related dengan penurunan emisi. Total 5,7 juta ton Co2 pada 2018, 3,2 juta juta ton Co2 pada 2019, 1,4 juta ton Co2 pada 2020, dan 222.647 juta ton Co2 pada 2022. Ini semua tidak berdasarkan hitungan kita sendiri, tapi diaudit lembaga kredibel," jelasnya.

Selain itu, pemerintah kini juga sudah meluncurkan platform kerjasama pendanaan yang terintegrasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia yakni SDG Indonesia One.

Sementara upaya lainnya, Indonesia juga sudah mendapat dukungan keuangan dari sejumlah negara atau green climate fund (GCF) untuk melaksanakan berbagai proyek transisi energi. Berdasarkan data GCF Financial Instrument, terdapat total US$ 486 juta anggaran yang sudah masuk di Indonesia yang terbagi dalam 23% bersifat ekuitas, 26% bersifat dana pinjaman, dan 35% bersifat dana hibah.

"Ada instrumen yang akan terus di-develop terus sesuai dengan kebutuhan climate change. Minggu depan saya juga akan berangkat ke COP 28 di Dubai dan kita akan sekali lagi mempresentasikan energy transition mechanism. Ini adalah the most difficult, the most challenging, dan the most expensive climate change agenda," ungkap Sri Mulyani.

(eds/eds)

Hide Ads