Bali dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa, tak sekadar keindahan pantainya. Di Bangli, satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki laut, tersimpan mutiara hitam berupa kopi luwak.
Kegaduhan pecah begitu Raka Santhi Harmini membuka gembok pintu gerbang Teba Sari Coffee Luwak Farm di seputaran Kota Bangli, akhir pekan lalu. Tanpa dikomando, ratusan ekor luwak seketika menggoyangkan kandangnya seakan tahu majikannya yang datang.
Begitu masuk ke area kandang, kegaduhan makin menjadi. Sekumpulan hewan mamalia ini seakan mengerti bakal diberi jatah makan.
"Pisang dulu ya. Nanti malam baru bubur," ujar Santhi kepada Jero Gede, salah satu luwak, dalam keterangan tertulis, Kamis (22/2/2024).
Perempuan 60 tahun ini lalu mengambil beberapa sisir pisang dari bungkusan plastik kresek yang dibawanya. Butir demi butir, dia bagikan pisang itu ke setiap kandang.
Di Teba Sari Coffee Luwak Farm, ada 235 ekor luwak (paradoxurus hermaphroditus) yang dikandangkan. Ada luwak pandan, luwak hitam dan luwak coklat.
Ketika tidak musim kopi, Santi memberi makan mamalia peliharaannya dua kali sehari berupa bubur yang terbuat dari adonan nasi, kepala dan leher ayam, telur dan pisang.
Bubur itu diberikan pagi hari antara pukul 08.00-10.00 dan sore pukul 15.00-17.00. Diberi juga susu dan suplemen penambah nafsu makan, pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat. Dalam sebulan, uang yang dianggarkan untuk pakan luwak sejumlah Rp 12 juta.
"Ditambah gaji tiga pekerja jadi totalnya Rp 17 juta per bulan," ungkapnya.
Anggaran pakan luwak berkurang ketika musim kopi berbuah, Mei sampai September. Bubur hanya diberikan pagi hari, sedangkan malam harinya diganti biji kopi.
Santhi bercerita awal memproduksi kopi luwak dimulai pada Mei 2007 silam. Ada 18 ekor luwak yang dikandangkan di emperan rumahnya.
Untuk biji kopi, kebetulan ia memiliki kebun kopi robusta di Desa Penglipuran. Biji kopi dipilih yang berwarna red cherry atau biji kopi yang benar-benar merah sehingga kualitasnya sempurna.
Saat proses produksi, satu ekor luwak diberikan 1 kilogram red cherry. Dalam sekali musim produksi selama 60 hari, dihasilkan puluhan kilogram kopi luwak.
Santhi awalnya sempat bingung bagaimana dan di mana menjualnya. Kebingungan itu terjawab setelah dia bertemu kelompok pengusaha kopi luwak yang memiliki imajinasi serupa.
Mereka lalu mendirikan agrowisata Teba Sari di Ubud dengan kopi luwak sebagai daya tarik utama. Saat high season, kendaraan yang terparkir bisa mencapai 100 unit, lebih banyak rombongan disusul perorangan.
Santhi mengaku sampai kewalahan memenuhi permintaan dari wisatawan yang berkunjung sehingga kopi luwak yang dihasilkan saat itu lebih sering kurang.
"Rata-rata yang datang coffee lovers," ujarnya.
Dia lalu memutuskan menambah jumlah luwak yang diperoleh dari para warga menjadi 100 ekor pada 2008. Dia juga merekrut tiga orang pekerja.Alhasil, dalam sekali musim produksi, terkumpul 300 kilogram biji kopi yang siap di-roasting.
"Dengan 3 kuintal kopi luwak, stok penjualan di agrowisata tercukupi," tuturnya.
Selain di Teba Sari agrotourism, kopi luwak yang telah terdaftar HAKI dan berlabel halal ini juga dipasarkan di sejumlah pusat oleh-oleh ternama di Kuta, yaitu Krisna dan The Keranjang Bali.
Pencapaian itu makin membuatnya bersemangat mengembangkan usaha dengan menjual kopi luwak secara online, baik lewat website dan berbagai platform media sosial.
Dari keuletannya berselancar di dunia digital, Santhi diundang pameran di Jakarta International Convention Center (JICC) tahun 2009. Tahun berikutnya, ikut dalam pameran di Jakarta International Expo hingga akhirnya bertemu dengan Sinar Mas Group yang sampai kini menjadi pelanggan tetap kopi produksinya.
Dari ajang pameran, Santhi mendapat ilmu baru tentang strategi promosi secara digital dari Telkom.
"Awal pemasaran lewat website. Tapi tidak mengerti harus menampilkan gaya seperti apa," imbuhnya.
Sepulangnya dari pameran, Santhi memperkuat strategi penjualan secara digital. Dia juga mendapat suntikan tambahan modal dari Telkom untuk mengembangkan usahanya.
Strategi digital lalu dipakai untuk promosi keluar negeri. Hasilnya, undangan pameran di beberapa negara berdatangan, diantaranya Malaysia, Thailand dan Dubai.
Dari pameran internasional tersebut, sejumlah perusahaan kopi dari beberapa negara kini menjadi pelanggan tetap, yakni Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Spanyol dan Rusia.
Sekali pengiriman setiap bulan ke satu negara tujuan, kopi luwak yang diminta tidak banyak, hanya 5-7 kilogram dengan nilai harga Rp 50 juta.
"Cara itu akan menjaga fresh roasting-nya. Kalau memesan terlalu banyak dan di sana tersimpan lama, akan mengurangi aromanya," paparnya.
Di Spanyol, Santhi juga membuka outlet kopi luwak. Penghasilan dari penjualan keluar negeri menembus hingga Rp 200 juta per bulan.
Santhi kini memberdayakan kelompok petani kopi robusta di Kintamani Barat, Bangli, untuk memenuhi kebutuhan red cherry. Di hamparan perkebunan Itu, kopi ditanam pada ketinggian 1.200 di atas permukaan laut sehingga menghasilkan red cherry pilihan.
Pemetikan dilakukan di atas jam 10 agar biji kopi yang dipetik tidak mengandung embun. Jika masih ada embunnya dipetik, biji kopi akan membuat luwak tidak nyaman. Luwak yang memakan kopi yang masih mengandung embun disebut akan membuat perutnya sakit.
"Di awal-awal, luwak kita mati lima ekor. Setelah diotopsi di provinsi, embun itu membuat kembung dan luwak mati karena kena kandungan gas di embun," ucapnya
Setelah dipetik, biji red cherry tidak boleh dicuci dan dijemur.
"Kesegarannya akan hilang. Luwak itu maunya yang segar, merah, ranum dan manis," imbuh Santhi.
Malam harinya, red cherry diberikan kepada luwak. Lalu keesokan paginya, biji kopi yang telah dikeluarkan luwak segera dipanen. Setelah dibersihkan dijemur sampai kering, biji kopi siap di-roasting.
Menurut Santhi, untuk mendapatkan kualitas kopi luwak yang premium, kuncinya terletak pada prosesnya.
"Yang penting di kopi luwak itu one day process, mulai dari memetik red cherry sampai me-roasting jadi bubuk," katanya menegaskan.
Kepiawaian Santhi dalam mengolah kopi luwak tentu bukan tiba-tiba. Dia merupakan generasi ketiga sejak neneknya menggeluti usaha kopi. Semasa, neneknya me-roasting kopi masih menggunakan anglo tanah liat. Meluwes yang menjadi cap di kemasan kopinya diambil dari nama ibunya, Ni Wayan Luwes.
"Ini sebagai bentuk penghormatan kepada ibu yang telah menularkan ilmunya dan menjadi inspirasi saya," ujarnya.
Santhi meyakini kopi luwak merupakan jalan dari tuhan yang diberikan untuk menghidupi keluarganya. Karena itu dia tidak pernah lupa menghaturkan rasa syukur kepada penciptanya.
Sebagai umat Hindu, rasa syukur itu dia ekspresikan setiap 210 hari sekali dengan menghaturkan persembahan suci kepada pohon kopi di hari Tumpek Warga atau Tumpek Uduh. Untuk rasa syukur kepada luwak yang telah memberikan jalan rezeki, diwujudkan dalam persembahyangan di Hari Tumpek Kandang.
"Tanpa sinergi positif dari kopi dan luwak, kita tidak akan jadi seperti sekarang," pungkasnya.
(Content Promotion/Kopi Luwak Meluwes)