Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) terus berupaya menaikkan kelas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satunya melalui gelaran Trade Expo Indonesia (TEI) ke-40 di ICE BSD, Tangerang.
Bukan sekadar pameran, TEI juga menjadi wadah kolaborasi konkret antara eksportir dan buyer global. Upaya itu ditunjukkan melalui sesi business counseling (konseling bisnis).
Terdapat 400 konsultasi bisnis antara eksportir dan para perwakilan perdagangan RI di luar negeri. Sebanyak 200 ekshibitor yang meliputi pelaku UKM, eksportir, dan calon eksportir berpartisipasi pada kegiatan ini.
Sesi konsultasi bisnis diisi oleh 47 perwakilan RI di luar negeri yang terdiri atas para Atase Perdagangan, Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Konsul Dagang Hong Kong, dan Fungsi Ekonomi KBRI Tunisdan KBRI Islamabad.
"Indonesia memiliki potensi besar untuk mengisi pasar global ini. Tapi itu semuanya juga tentu harus kita laksanakan secara bersama dan berkolaborasi," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) PEN Kemendag Fajarini Puntodewi, dalam acara TEI, Jumat (17/10/2025).
"Karena tanpa kolaborasi yang bagus, yang baik, tentu kita tidak bisa mencapai market yang kita inginkan," sambungnya.
Fajarini mengungkapkan kegiatan ini dirancang khusus untuk memberikan ruang dialog, komunikasi, hingga berjejaring (networking) bagi para pengusaha dan eksportir. Sehingga, informasi yang didapatkan bisa menjadi insight bagi mereka untuk memasarkan produknya ke luar negeri.
"Nah tentu kami berharap dan semoga program yang bagus ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bapak Ibu boleh bertanya apa saja, karena tentu para atase ini bisa memberikan berbagai informasi mengenai peluang pasar di luar negeri, kemudian juga bagaimana untuk melakukan branding, dan juga bagaimana untuk memperluas pasar ekspor kepada Bapak Ibu sekalian," jelas Fajarini.
Salah satu pengusaha, Fahmi M Fauzi memberikan kesannya dalam acara business counseling ini. Ia pun berkonsultasi ke Atdag Paris untuk mempromosikan produknya, Kopi Luwak Enzimatik ke Paris, Prancis.
"Jadi kopi luwak tanpa luwak. Kita menggunakan enzim dan bakteri yang ada di pencernaan luwak, kita bawa keluar, dan kita produce, duplikasi, dan kita juga kerja sama dengan IPB (Institut Pertanian Bogor) untuk proses patennya," kata Fahmi.
Menurut Fahmi, pihak Atdag Paris menyambut baik inovasi yang hanya satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Ia pun menargetkan nilai transaksi senilai US$ 380 ribu untuk 50 ton kopi.
Fahmi mengatakan kopi ini diproduksi di tiga tempat di antaranya yaitu Gayo (Aceh), Subang (Jawa Barat), dan di Bali. Tahun ini, merupakan tahun perdana ia membawa Kopi Luwak Enzimatik ke TEI.
Sebelumnya, Fahmi mengikuti business counseling di TEI selama tiga tahun berturut-turut. Tetapi, bisnis yang digeluti Fahmi sebelumnya merupakan bisnis tambang dan mineral yang meliputi batu bara, bauksit, batu alam, hingga zeolit.
"Dari tahun lalu sebenarnya sedikit berbeda ya. Untuk kondisi hallnya juga berbeda, tapi untuk tahun ini buyer-nya lebih banyak, dan lebih banyak pengunjungnya juga," kata Fahmi.
(akn/ega)