Pedagang mengatakan pakaian impor bekas pernah dikenakan pajak oleh pemerintah. Ketentuan itu pernah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, namun aturan itu telah dicabut.
Berkaca dengan historis tersebut, Ketua Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia WR Rahasdikin mengatakan pedagang ingin aturan itu berlaku lagi dan pakaian impor bekas dipajaki.
"Pernah dicabut 2017. Nah, kita mau ajukan kembali, ini loh kesanggupan nih dari kawan-kawan pedagang, pajak impor pakaian bekas, karena selama ini cuma ada pajak impor normal 11%, pajak impor barang mewah 12%. Nah kita minta nih, pajak impor barang bekas," kata dia usai RDP dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, sebelumnya aturan yang telah dicabut tersebut, pajak untuk pakaian impor bekas ditetapkan sebesar 35%. Rahasdikin meyakini pedagang dapat menyanggupi jika pajak ditetapkan untuk pakaian impor bekas.
"Ya karena mengacu Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2015 memang sudah ada pajak impor pakaian bekas itu 35%. Makanya karena kami selama ini dianggap ilegal, kami menawarkan diri. Kalau diangkat 7,5% total globalnya itu 33,5%. Kalau dijadikan 10% berarti nanti kami akan membayar pajak sekitar 36%," terangnya.
Menurutnya perdagangan pakaian impor bekas ini menyangkut kepentingan hidup banyak orang. Dia mengklaim, perdagangan pakaian impor bekas ini tidak hanya menyangkut pedagang, tetapi juga ada pekerjaan lain yang terlibat, kuli panggul, tukang setrika, dan lain sebagainya.
"Kita cari penyelesaiannya, bisa menjadi pemasukan negara seperti statement Pak Purbaya dengan Komisi XI cari sumber pajak, ciptakan lapangan pekerjaan. Di sini kurang lebih 10 juta yang terlibat dalam ekosistem pakaian bekas ini, ada tukang kuli panggung, tukang jahit, tukang setrika, tukang live," pungkasnya.
(ada/ara)










































