Potret Perajin Blangkon dari Yogyakarta

Blangkon menjadi salah satu oleh-oleh favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Tak sedikit pula pengrajin yang menggantungkan hidupnya dari penutup kepala tradisional ini.

Salah seorang perajin blangkon yang masih setia adalah Giyardi (44). Membuat blangkon menjadi kegiatan sehari-hari.

Sudah sejak lama Giyardi menjadi perajin blangkon. Sebagai salah satu aksesoris tradisional khas Yogyakarta dan sekitarnya, blangkon tak hanya digunakan sebagai penutup kepala tetapi juga sebagai simbol status bagi masyarakat pemakainya.

Menurut Giyardi, membuat blangkon itu susah-susah gampang. Karena, tiap daerah memiliki tekstur dan motif yang berbeda dari daerah lainnya. Dalam membuat blangkon para pengrajin harus melipat kain atau mewiru dengan cara membasahi, membalik-balik dan melipat unutk mendapat ukuran yang sama.

Selanjutnya, kain hasil wiru kemudian ditempatkan pada landasan kayu seukuran kepala atau biasa disebut klebut untuk kemudian dibentuk menjadi blangkon. Proses selanjutnya adalah merapikan dengan cara dipukul pukul dan membersihkan benang benang yang serabutan.

Tahap akhir blangkon disikat dan dijemur panas matahari.

Blangkon hasil karya Giyadi. Di Indonesia blangkon memiliki empat jenis, yaitu blangkon Ngayogyakarta, blangkon Surakarta, blangkon Kedu dan blangkon Banyumasan.

Pemakaian blangkon semakin maksimal saat dipadu padankan dengan lurik dan kain batik khas pakaian masyarakat tradisional Jawa.

Giyardi membanderol blangkon buatannya dari RP 9.000, hingga Rp 1.000.000.

Blangkon menjadi salah satu oleh-oleh favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Tak sedikit pula pengrajin yang menggantungkan hidupnya dari penutup kepala tradisional ini.
Salah seorang perajin blangkon yang masih setia adalah Giyardi (44). Membuat blangkon menjadi kegiatan sehari-hari.
Sudah sejak lama Giyardi menjadi perajin blangkon. Sebagai salah satu aksesoris tradisional khas Yogyakarta dan sekitarnya, blangkon tak hanya digunakan sebagai penutup kepala tetapi juga sebagai simbol status bagi masyarakat pemakainya.
Menurut Giyardi, membuat blangkon itu susah-susah gampang. Karena, tiap daerah memiliki tekstur dan motif yang berbeda dari daerah lainnya. Dalam membuat blangkon para pengrajin harus melipat kain atau mewiru dengan cara membasahi, membalik-balik dan melipat unutk mendapat ukuran yang sama.
Selanjutnya, kain hasil wiru kemudian ditempatkan pada landasan kayu seukuran kepala atau biasa disebut klebut untuk kemudian dibentuk menjadi blangkon. Proses selanjutnya adalah merapikan dengan cara dipukul pukul dan membersihkan benang benang yang serabutan.
Tahap akhir blangkon disikat dan dijemur panas matahari.
Blangkon hasil karya Giyadi. Di Indonesia blangkon memiliki empat jenis, yaitu blangkon Ngayogyakarta, blangkon Surakarta, blangkon Kedu dan blangkon Banyumasan.
Pemakaian blangkon semakin maksimal saat dipadu padankan dengan lurik dan kain batik khas pakaian masyarakat tradisional Jawa.
Giyardi membanderol blangkon buatannya dari RP 9.000, hingga Rp 1.000.000.