Begini Cara Perajin Wayang Golek Bertahan di Tengah Pandemi

Tatang Heryana (66), seorang perajin wayang golek tengah beraktivitas di di galeri seni Ruhiyat Wooden Puppet & Mask, Jalan Homan, Kota Bandung, Minggu (11/10/2020).
Dampak pandemi COVID-19 turut dirasakan oleh para pelaku usaha seni, tak kecuali perajin wayang golek.
Tatang yang merupakan salah satu generasi ketiga pembuat wayang golek di Bandung bercerita mengenai dampak pandemi COVID-19. Pria berusia 66 tahun itu mengatakan kerajinan wayang golek lebih diminati turis mancanegara. Biasanya pembeli wayang golek kebanyakan dari Eropa, sehingga di masa pandemi tentu mengikis penghasilannya, karena wisata dibatasi untuk mancanegara.
"Dikarenakan pandemi mulai dari Maret awal, tamu sudah tidak ada, yang seharusnya bulan Maret itu mulai banyak kunjungan turis kesini. Puncaknya bulan Juni-Juli saat masa libur," kata Tatang saat ditemui di galeri seni Ruhiyat Wooden Puppet & Mask, Jalan Homan, Kota Bandung, Minggu (11/10/2020).
Sebelum pandemi COVID-19 melanda Indonesia, turis yang datang dan membeli kerajinan khas Tanah Pasundan ini bisa mencapai puluhan orang. Kerajinan yang dibeli para turis pun beragam. Diketahui, kerajinan tersebut dibuat langsung oleh Tatang dengan menggunakan bahan kayu albasiah yang ditebang dari kebun sendiri.
Kisaran harga untuk wayang golek yang dibuat Tatang untuk yang paling kecil yaitu bolpoin dibanderol Rp 20 ribu dengan pengerjaan selama 1 hari hingga selesai. Ada juga untuk ukuran pedalangan antara Rp 850 ribu - Rp 900 ribu, berbeda dengan ukuran yang lebih besar lagi mencapai Rp 1,5 juta.
Di masa pandemi COVID-19, berbagai cara dilakukan agar tetap dapat bertahan. Salah satu cara yang dilakukan ialah terus memproduksi wayang sebanyak mungkin hingga melewati musim pembeli di tahun depan. Tatang menuturkan, selama satu tahun biasanya masa untuk menyimpan stok wayang golek itu selama enam bulan. Dia menghitung masa penjualan laris dan masa produksi wayang golek.