Sekolah Tatap Muka Mulai Januari 2021, Pedagang Seragam Masih Lesu
Seorang pedagang seragam sekolah yang bernama Ayin (53) mengaku, pengumuman Nadiem tak berdampak sama sekali kepada penjualannya. Menurutnya, pembeli seragam sekolahnya masih sangat sepi.
Selama pandemi Corona, ia mengaku omzetnya tergerus hingga 90%. Ia pun tak yakin di bulan Januari pembeli seragam mulai ramai apabila penyebaran COVID-19 belum bisa diselesaikan. "Ya kalau sekolah mulai Januari, harapannya akhir tahun ini sudah ramai lagi. Tapi kalau Januari masih ada Corona, mungkin masih sepi juga," ucap Ayin ketika ditemui detikcom, Sabtu (21/11/2020).
Senada dengan Ayin, Adi (33) yang juga berdagang seragam sekolah di Pasar Palmerah masih sepi pembeli. "Belum banyak lagi pembeli. Masih biasa saja, orang-orang belum mulai belanja seragam. Kalaupun ada itu biasanya dia mengandalkan uang Kartu Jakarta Pintar (KJP) cair," terang Adi ketika ditemui detikcom.
Padahal menurut Adi, biasanya memasuki tahun ajaran baru, tokonya akan ramai diserbu masyarakat. Bahkan, omzetnya bisa naik hingga 5 kali lipat di periode memasuki tahun ajaran baru sebelum Corona.
Adi mengaku, dampak pandemi membuat omzet tokonya turun hingga 80% sejak Maret-Juni 2020. Namun, setelahnya, ia mengaku mulai ada pemulihan omzet.
"Kalau belakangan ini sudah lumayan, tapi belum normal. Omzet turunnya kalau sekarang 50%. Tapi mendinglah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Karena bulan kemarin KJP cair, lumayanlah yang belanja," tutur Adi.
Tak hanya pedagang seragam sekolah, Zamzul Anwar (26) yang menjual kaos kaki dan gesper anak sekolah juga mengaku masih sepi pembeli. "Sampai sekarang omzet masih jatuh 80%. Padahal kalau memasuki tahun ajaran baru sebelum Corona, saya bisa dapat Rp 750.000-1.000.000 per hari itu dari kaos kaki anak sekolah, dan peralatan lain seperti gesper," katanya.
Meski mengalami penurunan omzet yang sangat besar, para pedagang mengaku masih harus membayar Biaya Pengelolaan Pasar (BPP), dan listrik secara penuh.
"Kok sudah kayak gini kondisi kami, tapi kami tetap bayar full. Toko saya ini 4 petak, 1 petaknya dikenakan biaya sewa lewat CMS itu Rp 300.000/bulan. Jadi saya harus bayar Rp 1 juta lebih, belum listriknya ini full. Ini saja toko depan saya, dari April-Juni toko tutup,tapi listrik tetap full bayar," ungkap Adi.
Adi menegaskan, dirinya tak minta digratiskan oleh pengelola pasar dalam hal ini PD. Pasar Jaya, maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Hanya saja, ia meminta setidaknya diberikan keringanan.