Foto: Tenun Sidan Khas Dayak Iban yang Masih Bertahan

Selama lebih dari dua dekade, Susana menekuni kerajinan tenun khas Iban. Keahlian menenun didapatkannya sejak kecil dari sang ibu.

Suku Iban sebenarnya memiliki beberapa jenis corak tenun. Ada tenun sidan, ikat, dan sungket. Namun, Susana hanya fokus membuat kerajinan dari tenun sidan.

Dalam sejarahnya, tenun sidan digunakan untuk pakaian adat pada acara-acara besar, seperti pernikahan. Menurut Susana, tenun ini merupakan warisan leluhur Iban di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Tenun sidan itu motifnya cengkok pakis yang melambangkan kesuburan. Susana pun akhirnya berinovasi membuat ciri khas dari Kapuas Hulu ada (gambar) arwananya, ada bentuk ikan di bawahnya.

Untuk menarik minat berbagai kalangan konsumen, Susana mengemas tenun sidan menjadi produk-produk fesyen dan aksesori, seperti gelang, ikat kepala, peci, dan tas.

Dalam membuat kerajinan tersebut, Susana memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di daerah Putussibau dan sekitarnya. Ia meminta ibu-ibu mitra kerjanya untuk menenun lembaran kain tenun. Setelah jadi, kain tersebut dikirimkan kepada Susana untuk dibentuk menjadi berbagai produk.

Produk-produk tenun sidan buatan Susana itu kebanyakan dikirim ke Malaysia. Karena tenun sidan lebih banyak digunakan oleh keturunan Iban di Malaysia ketimbang di Indonesia, sehingga pesanan terbesar datang dari Negeri Jiran.

Selain itu, karena pengrajin tenun sidan tinggal di wilayah perbatasan, mereka lebih mudah mengirim hasil kerajinannya ke Malaysia ketimbang menjualnya di dalam negeri. Pasaran terbesar ada Malaysia di Kuching dan sekitarnya. Bahkan Susana juga sudah beberapa kali mengikuti pameran sampai ke KL (Kuala Lumpur) untuk memperkenalkan tenun sidan.

Karena tenun sidan ini khas suku Iban, maka tak sedikit juga orang-orang Malaysia yang menjadi pengrajin tenun sidan. Tapi tak bisa dipungkiri pengrajin tenun sidan itu sebagian besar berada di Indonesia, namun pemakai terbesar ada disana.

Selain tenun, ia juga meminta para pengrajin mitra binaannya itu memproduksi manik-manik. Sebagai aksesoris untuk kelengkapan pakaian khas dayak Iban.

Agar tenun sidan tak pindah tangan ke negara tetangga, Susana berupaya mengenalkan produknya itu di pasar dalam negeri. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas di Indonesia, ia menjajaki pameran-pameran seperti Inacraf.

Dalam usaha mengembangkan jaringan pemasarannya, Susana turut memanfaatkan fasilitas permodalan dari Bank BRI. Dia mengungkapkan kredit yang didapatkan dari Bank BRI digunakan untuk memperluas jaringan distribusi dan menambah modal untuk membeli produk tenun dari pengrajin lokal.

Namun, di masa pandemi Susana menemui hambatan dalam penjualan produknya karena perbatasan Indonesia-Malaysia ditutup dan permintaan di dalam negeri juga menurun. Jika dalam kondisi normal dia bisa mendapat omzet Rp 10-15 juta sebulan, kini penghasilannya merosot tak menentu besarnya. Dalam kondisi sulit tersebut, ia bersyukur mendapatkan relaksasi kredit dari BRI. Keringanan pembayaran angsuran mengurangi beban keuangan Susana di masa pandemi.

Selama lebih dari dua dekade, Susana menekuni kerajinan tenun khas Iban. Keahlian menenun didapatkannya sejak kecil dari sang ibu.
Suku Iban sebenarnya memiliki beberapa jenis corak tenun. Ada tenun sidan, ikat, dan sungket. Namun, Susana hanya fokus membuat kerajinan dari tenun sidan.
Dalam sejarahnya, tenun sidan digunakan untuk pakaian adat pada acara-acara besar, seperti pernikahan. Menurut Susana, tenun ini merupakan warisan leluhur Iban di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Tenun sidan itu motifnya cengkok pakis yang melambangkan kesuburan. Susana pun akhirnya berinovasi membuat ciri khas dari Kapuas Hulu ada (gambar) arwananya, ada bentuk ikan di bawahnya.
Untuk menarik minat berbagai kalangan konsumen, Susana mengemas tenun sidan menjadi produk-produk fesyen dan aksesori, seperti gelang, ikat kepala, peci, dan tas.
Dalam membuat kerajinan tersebut, Susana memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di daerah Putussibau dan sekitarnya. Ia meminta ibu-ibu mitra kerjanya untuk menenun lembaran kain tenun. Setelah jadi, kain tersebut dikirimkan kepada Susana untuk dibentuk menjadi berbagai produk.
Produk-produk tenun sidan buatan Susana itu kebanyakan dikirim ke Malaysia. Karena tenun sidan lebih banyak digunakan oleh keturunan Iban di Malaysia ketimbang di Indonesia, sehingga pesanan terbesar datang dari Negeri Jiran.
Selain itu, karena pengrajin tenun sidan tinggal di wilayah perbatasan, mereka lebih mudah mengirim hasil kerajinannya ke Malaysia ketimbang menjualnya di dalam negeri. Pasaran terbesar ada Malaysia di Kuching dan sekitarnya. Bahkan Susana juga sudah beberapa kali mengikuti pameran sampai ke KL (Kuala Lumpur) untuk memperkenalkan tenun sidan.
Karena tenun sidan ini khas suku Iban, maka tak sedikit juga orang-orang Malaysia yang menjadi pengrajin tenun sidan. Tapi tak bisa dipungkiri pengrajin tenun sidan itu sebagian besar berada di Indonesia, namun pemakai terbesar ada disana.
Selain tenun, ia juga meminta para pengrajin mitra binaannya itu memproduksi manik-manik. Sebagai aksesoris untuk kelengkapan pakaian khas dayak Iban.
Agar tenun sidan tak pindah tangan ke negara tetangga, Susana berupaya mengenalkan produknya itu di pasar dalam negeri. Untuk menjangkau pasar yang lebih luas di Indonesia, ia menjajaki pameran-pameran seperti Inacraf.
Dalam usaha mengembangkan jaringan pemasarannya, Susana turut memanfaatkan fasilitas permodalan dari Bank BRI. Dia mengungkapkan kredit yang didapatkan dari Bank BRI digunakan untuk memperluas jaringan distribusi dan menambah modal untuk membeli produk tenun dari pengrajin lokal.
Namun, di masa pandemi Susana menemui hambatan dalam penjualan produknya karena perbatasan Indonesia-Malaysia ditutup dan permintaan di dalam negeri juga menurun. Jika dalam kondisi normal dia bisa mendapat omzet Rp 10-15 juta sebulan, kini penghasilannya merosot tak menentu besarnya. Dalam kondisi sulit tersebut, ia bersyukur mendapatkan relaksasi kredit dari BRI. Keringanan pembayaran angsuran mengurangi beban keuangan Susana di masa pandemi.