Turun Temurun Melestarikan Wayang Imogiri

Didot (41) menunjukkan karakter wayang Rama dan Shinta di Imogiri, Bantul, Rabu (17/2/2021). Wayang menjadi tradisi turun temurun di dusun Nogosari yang kebanyakan warganya merupakan perajin wayang.
Menjadi perajin wayang kala pandemi membuat Didot tak mengambil keuntungan saat menjual wayang yang ia buat, ia memilih untuk bertahan sambil melestarikan wayang agar tidak dilupakan masyarakat.
Ilmu membuat wayang pertama didapat Didot sejak kecil, ia kerap membantu orang tuanya. Lingkungan pun membuatnya lebih akrab dengan wayang.
Kini ia juga menurunkan ilmunya kepada sang anak, agar tradisi wayang tak punah oleh zaman.
Wayang diketahui pernah menjadi medium penyebaran ajaran islam oleh Sunan Kalijaga.
Hingga wayang melekat pada tradisi dan menjadi ajang hiburan yang dimainkan oleh seorang dalang.
Diketahui Dusun Nogosari, Imogiri terkenal akan wayangnya kebanyakan profesinya pun saat itu menjadi perajin wayang.
Dalam membuat wayang, Didot harus mengeluarkan Rp. 50 ribu hingga jutaan rupiah tergantung kulit yang digunakan. Biasanya dalang memiliki standar kulit yaitu kulit kerbau.
Wayang yang dibuatnya pun telah mendarat di Perancis, saat itu ia kebanjiran orderan sehingga harus mencari modal lebih. Didot meminjam ke BRI sebanyak Rp 25 juta hingga toko wayangnya berkembang hingga sekarang.
Membuat wayang menjadi rutinitasnya sehari-hari, pandemi membuat pesanan wayang berkurang.
Pendapatannya turun 50% lebih, bahkan 70% biasanya ia mampu meraih omset Rp 10-15 juta per bulan. Sekarang kalau pandemi Rp 1-2 juta aja kadang nggak sampai.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri