Hari ini merupakan hari lahir ke 100 Presiden ke-2 RI Soeharto. Lahir 8 Juni 1921 di Dusun Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, Soeharto menjadi presiden terlama yang memimpin Indonesia selama 32 tahun. (AFP)
Sosok Soeharto tak lepas dari kejadian krisis ekonomi pada 1998. Krisis ekonomi yang terparah terjadi pada masa pemerintahan Soeharto antara 1997-1998. Peristiwa ini disebut-sebut menjadi penyebab utama tumbangnya masa Orde Baru setelah berkuasa selama 32 tahun. (AFP)
Dari sisi nilai tukar, pada masa pemerintahan Soeharto, dolar AS berada di kisaran Rp 2.000-Rp 2.500 karena Indonesia belum menganut rezim kurs mengambang. Orde Baru kala itu tidak mau tahu, dolar AS harus bertahan di level itu. (AFP)
Namun karena kebijakan itu cadangan devisa Indonesia terus tergerus untuk menjaga kurs. Akhirnya pemerintah membuka rupiah menjadi kurs mengambang. Akhirnya dolar AS mulai merangkak naik ke Rp 4.000 di akhir 1997, lanjut ke Rp 6.000 di awal 1998. Ekonomi morat-marit hingga terjadi penjarahan di mana-mana. (Getty Images)
Pelemahan rupiah diperparah ketika kondisi keamanan dan politik Indonesia bergejolak. (Getty Images)
Pada Mei 1998, kerusuhan terjadi di mana-mana menuntut Presiden Soeharto mundur dan mulai dari situ krisis moneter Indonesia memuncak. (Getty Images)
Momen demo yang membuat Soeharto mundur dari jabatanya. (Getty Images)
Pada Mei 1998, rupiah jatuh tak berdaya saat dolar AS mencapai level Rp 16.650. Perekonomian pun kacau balau. Ekonomi Indonesia tidak tumbuh bahkan -13,1%, harga-harga pangan melambung tinggi, inflasi pun meroket hingga 82,4%. Depresiasi rupiah mencapai 197%. (Getty Images)
Pada saat itu krisis ekonomi yang terjadi menyebar hampir sebagian negara di dunia. Pertama kali dimulai pada 2 Juli 1997 ketika Thailand mendeklarasikan ketidakmampuan untuk membayar utang luar negerinya. (dok. detik)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan faktor lain yang menyebabkan Indonesia terkena krisis moneter pada 1998 adalah berasal dari neraca pembayaran. Krisis ekonomi pada 1998, kata Sri Mulyani, banyak direspons oleh negara dengan memberlakukan nilai tukar lebih fleksibel serta melakukan monitoring terhadap capital inflow, serta neraca keuangan korporasi, neraca keuangan pemerintah, hingga Bank Sentral. (Getty Images)