Mengenal Desa Lubuk Cuik Penghasil Cabai Terbaik di Sumut
Salah satu desa yang berjarak 120 KM dari Kota Medan, Sumatera Utara bisa dikatakan menjadi salah satu lumbung cabai terbesar di Sumatera Utara. Bagaimana tidak, dengan lahan seluas 85 hektar, desa ini mampu menghasilkan 18 ton cabai per hari.
Desa tersebut adalah Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Desa ini adalah salah satu dari sekian banyak desa yang berada di Kecamatan Lima Puluh Pesisir sebagai penghasil cabai.
Salah satu petani cabai yang juga Ketua Kelompok Tani Makmur, Salidi. Ia mengatakan awalnya Desa Lubuk Cuik adalah sentra penanaman padi yang kemudian dicoba-coba untuk ditanami cabai.
Ia menceritakan petani saat ini mencari cara untuk menanam tanaman palawija lain ketika masa panen padi sudah berakhir. Sayangnya, saat itu tanaman palawija tidak berhasil dengan maksimal.
“Dengan berjalannya waktu dan dicoba kembali, ada sekitar 5 petani, setelah panen padi lalu mereka menanam timun dan ternyata bisa. Kemudian di panen padi berikutnya dicoba untuk menanam semangka ternyata bisa juga,” ujar Salidi kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
Salidi melanjutkan dibilang sukses menanam berbagai macam tanaman, para petani pun mencoba untuk menanam cabai. Hasilnya adalah kini Desa Lubuk Cuik menjadi salah satu lumbung cabai terbesar di Sumatera Utara.
Usai dinilai sukses, sekitar tahun 2011 tren menanam cabai pun mulai diikuti oleh puluhan orang. Di tahun 2012, lahan cabai pun semakin bertambah luas, dan diikuti oleh desa-desa di Kabupaten yang sama.
“Pada akhirnya desa-desa lain mengikuti menanam cabai juga seperti Desa Pematang Tengah, Desa Gambus Laut, Desa Perupuk, mereka belajar dari desa sinilah. Sampai menyentuh 500 ha lahan yang dijadikan untuk menanam cabai,” ujarnya.
Salidi juga mengatakan dari total 85 hektar lahan yang ada di Desa Lubuk Cuik, rata-rata sawah yang dimiliki adalah milik perseorangan, ada juga beberapa yang menyewa. Namun, sebagian besar petani bergabung ke dalam kelompok tani.
Soal hasil produksi tak perlu ditanya, Desa yang menjadi binaan PT Indonesia Asahan Aluminium ini mampu untuk memproduksi 15-18 ton per harinya. Bila merujuk ke harga cabai paling tinggi yang pernah mereka dapatkan yaitu Rp 50.000/kg, Desa Lubuk Cuik mampu meraup omzet sebesar Rp 900.000.000 untuk sekali panen.
Untuk produksi (Lubuk Cuik dan sekitarnya) sampai puncak2nya itu bisa sampai 25-50 ton. Kalau Lubuk Cuik sendiri karena hanya 85 ha, perharinya mungkin 15-18 ton. Penjualan produksi sebagian besar ke local yaitu di Batubara, kemudian ke Medan, Pekanbaru, Riau, Padang, Dumai dan Batam.
Sementara itu, sekretaris Desa Lubuk Cuik, Misno mengatakan masyarakat desa pada awalnya menanam padi sebagai mata pencaharian utama.
Naas di tahun 2006, desa mengalami sebuah bencana banjir dahsyat dan merendam lahan pertanian di desa ini. Selang, 2 tahun warga pun memutuskan untuk menanam cabai.
Misno juga menuturkan karena Desa Lubuk Cuik dilintasi oleh 5 tower jaringan transmisi dari PT Inalum, pihak dari Inalum banyak memberikan bantuan kepada desa, dan sebagian besarnya diberikan ke kelompok tani.
“Sampai sekarang, sebanyak 17 orang sebagai mitra di binaan Inalum. Bantuan yang diberikan PT Inalum berupa alat semprot, mulsa, pupuk, benih, dan lain-lain, termasuk saung, jalan, dan irigasi yang pernah di laning oleh PT Inalum, ikon cabai juga dibuat oleh PT Inalum,” ujarnya.
Sebagai informasi, Desa Lubuk Cuik merupakan desa binaan PT Inalum yang letaknya 14 km dari Kantor Utama Pabrik Peleburan di Kuala Tanjung. Desa ini dilewati oleh 5 asset utama Inalum yaitu tower jaringan transmisi nomor 253-257.
Sebagai informasi, detikcom bersama MIND ID mengadakan program Jelajah Tambang berisi ekspedisi ke daerah pertambangan Indonesia. detikcom menyambangi kota-kota industri tambang di Indonesia untuk memotret secara lengkap bagaimana kehidupan masyarakat dan daerah penghasil mineral serta bagaimana pengolahannya.
Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/jelajahtambang.