Kerja Keras Dibalik Suvenir Lukisan Kulit Kayu Khas Papua

Tradisi pembuatan lukisan kayu khas Papua telah ada sejak dulu dan merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang suku-suku di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, yang dihuni 10 suku dengan 22 sub suku (keret) dan 18 bahasa daerah setempat.
Perupa asal Sentani yang juga pemilik sanggar Yauw Alloz Chrisyen (YAC) Art Work Kalep Leleran (33) mengatakan, sampai saat ini tak ada yang tahu kapan lukisan kulit kayu ditemukan. Lukisan ini pun digunakan untuk sarana komunikasi.
Lukisan kulit kayu asal Bumi Cenderawasih adalah sebuah presentasi goresan berbagai motif dengan beragam makna serta simbol-simbol keunikan budaya dan kekayaan alam Papua yang eksotis. Tiga warna utama lukisan kulit kayu, yakni merah, hitam, dan putih menjadi ciri khas identitas daerah di tanah Mutiara Hitam ini.
 
Warna merah berasal dari buah merah dan tanah liat, warna hitam dari arang atau abu sisa pembakaran, serta warna putih dari kapur (terbuat dari kerang laut dan bia). Sementara media lukis atau kanvasnya menggunakan kulit pohon khombow.
Kulit pohon khombow yang telah diolah menjadi kanvas kemudian dilukis oleh perupa dengan berbagai motif alam, benda, dan mahluk hidup. Seperti lukisan dengan motif manusia, tanaman, dan hewan.
Lukisan kulit kayu yang telah jadi kemudian dipasarkan dengan harga antara Rp100 ribu hingga Rp5 juta tergantung dari kualitas bahan, ukuran, dan tingkat kesulitan pembuatannya.
Saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, para perupa lukisan kulit kayu banyak menerima pesanan pembuatan lukisan kulit kayu untuk suvenir.
Sementara menurut Bank Indonesia, diperkirakan penyelenggaraan PON Papua mampu menambah perputaran ekonomi di provinsi itu sebesar Rp1,2 triliun hingga Rp1,5 triliun di sektor non-pertambangan.
Lewat suvenir tersebut, diperkirakan pertumbuhan ekonomi dari sektor non-pertambangan mencapai 0,7 hingga 1,1 persen year-on-year.
Tradisi pembuatan lukisan kayu khas Papua telah ada sejak dulu dan merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang suku-suku di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, yang dihuni 10 suku dengan 22 sub suku (keret) dan 18 bahasa daerah setempat.
Perupa asal Sentani yang juga pemilik sanggar Yauw Alloz Chrisyen (YAC) Art Work Kalep Leleran (33) mengatakan, sampai saat ini tak ada yang tahu kapan lukisan kulit kayu ditemukan. Lukisan ini pun digunakan untuk sarana komunikasi.
Lukisan kulit kayu asal Bumi Cenderawasih adalah sebuah presentasi goresan berbagai motif dengan beragam makna serta simbol-simbol keunikan budaya dan kekayaan alam Papua yang eksotis. Tiga warna utama lukisan kulit kayu, yakni merah, hitam, dan putih menjadi ciri khas identitas daerah di tanah Mutiara Hitam ini. 
Warna merah berasal dari buah merah dan tanah liat, warna hitam dari arang atau abu sisa pembakaran, serta warna putih dari kapur (terbuat dari kerang laut dan bia). Sementara media lukis atau kanvasnya menggunakan kulit pohon khombow.
Kulit pohon khombow yang telah diolah menjadi kanvas kemudian dilukis oleh perupa dengan berbagai motif alam, benda, dan mahluk hidup. Seperti lukisan dengan motif manusia, tanaman, dan hewan.
Lukisan kulit kayu yang telah jadi kemudian dipasarkan dengan harga antara Rp100 ribu hingga Rp5 juta tergantung dari kualitas bahan, ukuran, dan tingkat kesulitan pembuatannya.
Saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, para perupa lukisan kulit kayu banyak menerima pesanan pembuatan lukisan kulit kayu untuk suvenir.
Sementara menurut Bank Indonesia, diperkirakan penyelenggaraan PON Papua mampu menambah perputaran ekonomi di provinsi itu sebesar Rp1,2 triliun hingga Rp1,5 triliun di sektor non-pertambangan.
Lewat suvenir tersebut, diperkirakan pertumbuhan ekonomi dari sektor non-pertambangan mencapai 0,7 hingga 1,1 persen year-on-year.