Krisis Ekonomi yang Miris di Sri Lanka

Antrean puluhan pengemudi kendaraan roda tiga di Sri Lanka tampak mengular panjang, Selasa (12/4/2022).
Harga pangan global telah mengalami lonjakan dipicu pandemi COVID-19 hingga masalah iklim. Kondisi ini diperparah oleh perang Rusia dan Ukraina yang memicu lonjakan bahan bakar. Kombinasi masalah tersebut dapat menghasilkan ketidakstabilan politik. Sebab, orang-orang sudah frustrasi dengan para pemimpin pemerintah yang terdesak oleh kenaikan harga.
Negara ini mengalami kekurangan pangan, lonjakan harga-harga, dan pemadaman listrik.
Dikutip dari BBC, Selasa (12/4/2022), permasalahan di Sri Lanka terjadi karena cadangan mata uang asingnya hampir habis. Hal itu berarti, negara ini tidak mampu membayar impor makanan pokok dan bahan bakar yang berdampak pada kelangkaan dan harga yang tinggi.
Ada banyak faktor, namun satu yang utama adalah bahwa pada akhir 30 tahun perang saudara pada 2009, Sri Lanka memilih untuk lebih fokus pada pasar domestik daripada mengekspor ke luar negeri. Jadi pendapatan dari ekspor rendah, sementara tagihan impor terus bertambah.
Pemerintah juga mengumpulkan utang dalam jumlah besar untuk mendanai apa yang proyek infrastruktur yang tidak perlu.
Pada akhir 2019, Sri Lanka memiliki cadangan mata uang asing sebesar US$ 7,6 miliar, namun pada Maret 2020 hanya menjadi US$ 2,3 miliar.
Kekurangan mata uang Sri Lanka menjadi masalah yang sangat besar pada awal 2021. Pemerintah mencoba menghentikan arus keluar mata uang asing dengan melarang semua impor pupuk kimia, dan meminta petani menggunakan pupuk organik. Hal ini menyebabkan kegagalan panen yang meluas.