Nasib Pemintal Benang Tradisional yang Nyaris Tergulung Zaman

Tenaga kerja manusia kini banyak yang tergantikan oleh mesin ataupun robot.

Tapi tidak dengan pemintal benang yang satu ini. Proses pemintalan benang yang ia lakukan yakni dilakukan dengan cara manual atau tradisional.

Supandi (54) yang sudah bekerja sejak 1988 memilih tetap bertahan. Awalnya ada delapan orang yang bekerja sama seperti Supandi. Tapi, karena semakin terhimpitnya lahan, kini tinggal 2 orang pemintal benang yang masih aktif ditempat ini.

Supandi juga sudah 10 tahun menjadi pekerja ditempatnya itu. Sang pemilik merupakan keluarga asal Sulawesi.

Ia kini menjadi pemintal benang tradisional yang tertua dan terlama di lokasi ini. Pekerjaanya itu juga sangat tergantung dengan kondisi cuaca. 

Benang-benang yang dihasilkan itu biasanya digunakan untuk berbagai macam keperluan. Mulai dari bahan baku produksi celana jeans, hordeng, kerajinan rajutan atau juga bisa menjadi benang layangan.

Alasan masih dipertahankannya alat pemintal tradisional ini karena hasil pintalan mesin tidak bisa mengejar kualitas benang yang diperoleh dengan manual. Ia biasanya bekerja dari mulai pukul 7 pagi hingga pukul 4 sore.

Hasil benang buatan Supandi ini sudah dikirim hingga ke Papua. Biasanya dalam sehari ia bisa membuat 25-50 kilogram benang.

Supandi kini tinggal di sebuah rumah miliknya yang berada di kawasan Tangerang Selatan. Sesampainya dirumah, ia masih harus menjalani pekerjaan lainnya untuk mencari pendapatan sampingan dengan mengerjakan pengemasan benang-benang yang akan dikirim dari kantornya.

Tentunya ia dibantu oleh sang istri, Sanah (50) dan anak keduanya M Fauzi (19) untuk mengepack benang-benang tersebut.

Meski disibukkan dengan beragam pekerjaan untuk mengejar kebutuhan sehari-harinya di dunia, ia tak lupa pula untuk tetap menjalani kewajibannya mengejar akhirat disisa waktunya.  

Meski usaha pemintalan benang secara tradisional itu nyaris tergulung zaman, ia tetap gigih dan bersemangat untuk menularkan kepada anak-anaknya.

Tenaga kerja manusia kini banyak yang tergantikan oleh mesin ataupun robot.
Tapi tidak dengan pemintal benang yang satu ini. Proses pemintalan benang yang ia lakukan yakni dilakukan dengan cara manual atau tradisional.
Supandi (54) yang sudah bekerja sejak 1988 memilih tetap bertahan. Awalnya ada delapan orang yang bekerja sama seperti Supandi. Tapi, karena semakin terhimpitnya lahan, kini tinggal 2 orang pemintal benang yang masih aktif ditempat ini.
Supandi juga sudah 10 tahun menjadi pekerja ditempatnya itu. Sang pemilik merupakan keluarga asal Sulawesi.
Ia kini menjadi pemintal benang tradisional yang tertua dan terlama di lokasi ini. Pekerjaanya itu juga sangat tergantung dengan kondisi cuaca. 
Benang-benang yang dihasilkan itu biasanya digunakan untuk berbagai macam keperluan. Mulai dari bahan baku produksi celana jeans, hordeng, kerajinan rajutan atau juga bisa menjadi benang layangan.
Alasan masih dipertahankannya alat pemintal tradisional ini karena hasil pintalan mesin tidak bisa mengejar kualitas benang yang diperoleh dengan manual. Ia biasanya bekerja dari mulai pukul 7 pagi hingga pukul 4 sore.
Hasil benang buatan Supandi ini sudah dikirim hingga ke Papua. Biasanya dalam sehari ia bisa membuat 25-50 kilogram benang.
Supandi kini tinggal di sebuah rumah miliknya yang berada di kawasan Tangerang Selatan. Sesampainya dirumah, ia masih harus menjalani pekerjaan lainnya untuk mencari pendapatan sampingan dengan mengerjakan pengemasan benang-benang yang akan dikirim dari kantornya.
Tentunya ia dibantu oleh sang istri, Sanah (50) dan anak keduanya M Fauzi (19) untuk mengepack benang-benang tersebut.
Meski disibukkan dengan beragam pekerjaan untuk mengejar kebutuhan sehari-harinya di dunia, ia tak lupa pula untuk tetap menjalani kewajibannya mengejar akhirat disisa waktunya.  
Meski usaha pemintalan benang secara tradisional itu nyaris tergulung zaman, ia tetap gigih dan bersemangat untuk menularkan kepada anak-anaknya.