Aksi Badak LNG Menjaga Ketahanan Energi untuk Negeri

Lima puluh tahun lalu, perusahaan Huffco Inc. menemukan cadangan gas alam raksasa di Muara Badak. Sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang berjarak 49,5 km dari Samarinda, Kalimantan Timur. Perusahaan tersebut bekerja di bawah Production Sharing Contracts (PSC) dengan Pertamina.
Saat itu bisnis LNG belum begitu dikenal. Hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia dengan pengalaman operasi 3-4 tahun. Meski tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina dan Huffco Inc., sepakat untuk mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam cair dalam jumlah besar.
Pada 5 Desember 1973, Badak LNG berhasil mendapatkan persetujuan kontrak penjualan LNG pada lima perusahaan Jepang yaitu: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp. dan Osaka Gas Co. Ltd., yang diberi nama “The 1973 Contract". Kontrak tersebut memuat komitmen pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun.

Badak LNG terus melakukan pengembangan yang akhirnya mampu menjadi kilang LNG terbesar di dunia. Dari yang awalnya terbangun dua ‘train’ pada tahun 1977, hingga akhirnya pada tahun 1999 terbangun delapan ‘train’ dengan total kapasitas produksi 22,5 juta ton per tahun. Kilang Badak LNG telah melakukan pengapalan LNG lebih dari 9.700 kargo dan LPG lebih dari 400 kargo pada kuartal ketiga tahun 2022. 

 

Kehadiran Badak LNG menjadi salah satu sumber pendapatan daerah utama bagi Kota Bontang. Selain itu juga mendorong kota tersebut tumbuh menjadi kota industri dan jasa. Hal ini berdampak pada produksi LNG dan LPG nasional yang juga akan berkurang. Jika tidak ada langkah lanjutan maka hal ini bisa menjadi ancaman bagi ketahanan energi nasional. 

Selain melakukan pengolahan limbah, Badak LNG juga turut serta dalam mendukung pemeliharaan ekosistem laut, yakni menanam terumbu karang di wilayah perairan laut Bontang. 

Selain itu Badak LNG bersama masyarakat mitra binaan pesisir juga melakukan pembatasan wilayah konservasi, sehingga penanaman terumbu karang menjadi lebih baik. Dan pada akhirnya akan membantu mewujudkan keseimbangan dan kelestarian ekosistem laut.

Badak LNG bergerak aktif dengan menggandeng masyarakat dan mitra dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Misalnya bersama mitra binaan Salin Swara dari Kelompok Telihan Recycle, Badak LNG berinovasi mengubah aluminium limbah insulasi pipa gas dan limbah rumah tangga menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai yakni baling-baling perahu nelayan. 

 

Produk tersebut dijual ke nelayan setempat dengan harga sangat terjangkau yakni hanya Rp15.000 per buah. Jauh lebih murah daripada harga baling-baling pada umumnya. Tentu saja dengan kualitas yang lebih karena menggunakan bahan dasar alumunium dengan kemurnian hingga 98 persen menjadikan baling-baling lebih awet karena tidak mudah berkarat.

Selain selalu aktif mencari solusi dan berbagai langkah inovasi, perusahaan yang berdiri di kawasan seluas 2.100 hektare tersebut juga memperkuat komitmen menjaga kelestarian alam dan budaya kerja yang menjunjung tinggi kesetaraan gender. Penemuan inovasi tersebut tentu tak lepas dari kerja keras para pekerja yang berkomitmen dan penuh integritas, terus berinovasi demi ketahanan negeri.

 

Lima puluh tahun lalu, perusahaan Huffco Inc. menemukan cadangan gas alam raksasa di Muara Badak. Sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang berjarak 49,5 km dari Samarinda, Kalimantan Timur. Perusahaan tersebut bekerja di bawah Production Sharing Contracts (PSC) dengan Pertamina.
Saat itu bisnis LNG belum begitu dikenal. Hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia dengan pengalaman operasi 3-4 tahun. Meski tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina dan Huffco Inc., sepakat untuk mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam cair dalam jumlah besar.
Pada 5 Desember 1973, Badak LNG berhasil mendapatkan persetujuan kontrak penjualan LNG pada lima perusahaan Jepang yaitu: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp. dan Osaka Gas Co. Ltd., yang diberi nama “The 1973 Contract. Kontrak tersebut memuat komitmen pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun.
Badak LNG terus melakukan pengembangan yang akhirnya mampu menjadi kilang LNG terbesar di dunia. Dari yang awalnya terbangun dua ‘train’ pada tahun 1977, hingga akhirnya pada tahun 1999 terbangun delapan ‘train’ dengan total kapasitas produksi 22,5 juta ton per tahun. Kilang Badak LNG telah melakukan pengapalan LNG lebih dari 9.700 kargo dan LPG lebih dari 400 kargo pada kuartal ketiga tahun 2022.  
Kehadiran Badak LNG menjadi salah satu sumber pendapatan daerah utama bagi Kota Bontang. Selain itu juga mendorong kota tersebut tumbuh menjadi kota industri dan jasa. Hal ini berdampak pada produksi LNG dan LPG nasional yang juga akan berkurang. Jika tidak ada langkah lanjutan maka hal ini bisa menjadi ancaman bagi ketahanan energi nasional. 
Selain melakukan pengolahan limbah, Badak LNG juga turut serta dalam mendukung pemeliharaan ekosistem laut, yakni menanam terumbu karang di wilayah perairan laut Bontang. 
Selain itu Badak LNG bersama masyarakat mitra binaan pesisir juga melakukan pembatasan wilayah konservasi, sehingga penanaman terumbu karang menjadi lebih baik. Dan pada akhirnya akan membantu mewujudkan keseimbangan dan kelestarian ekosistem laut.
Badak LNG bergerak aktif dengan menggandeng masyarakat dan mitra dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Misalnya bersama mitra binaan Salin Swara dari Kelompok Telihan Recycle, Badak LNG berinovasi mengubah aluminium limbah insulasi pipa gas dan limbah rumah tangga menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai yakni baling-baling perahu nelayan.  
Produk tersebut dijual ke nelayan setempat dengan harga sangat terjangkau yakni hanya Rp15.000 per buah. Jauh lebih murah daripada harga baling-baling pada umumnya. Tentu saja dengan kualitas yang lebih karena menggunakan bahan dasar alumunium dengan kemurnian hingga 98 persen menjadikan baling-baling lebih awet karena tidak mudah berkarat.
Selain selalu aktif mencari solusi dan berbagai langkah inovasi, perusahaan yang berdiri di kawasan seluas 2.100 hektare tersebut juga memperkuat komitmen menjaga kelestarian alam dan budaya kerja yang menjunjung tinggi kesetaraan gender. Penemuan inovasi tersebut tentu tak lepas dari kerja keras para pekerja yang berkomitmen dan penuh integritas, terus berinovasi demi ketahanan negeri.