Menilik Proses Biogas: Energi dari Kotoran Sapi

Seorang pekerja memberikan pakan sapi di kandang sapi yang berada di Kawasan padat penduduk Cikoko, Jakarta Selatan.

Limbah kotoran dari sapi ternak ini dimanfaatkan oleh Burhan (41) untuk menjadi biogas guna menyalakan kompor di rumah-rumah sekitar kandang.

Kandang-kandang sapi ini sudah ada sejak tahun 1968, peternakan sapi yang diurus Burhan juga telah turun-temurun dilakukan dan bertahan hingga tiga generasi.

Ragam sapi yang dipelihara pun beraneka ragam, mulai dari Friesian Holstein (FH), limosin, sapi ongole (PO), sapi metal, hingga sapi pegon yang kini menempati kandang-kandang dan terus dibersihkan pagi dan sore.

Sejak pagi kandang ini telah disibukkan dengan beragam aktivitas seperti memandikan, memberi pakan hingga membersihkan kotoran.

Kotoran-kotoran sapi inilah yang mengalir ke tempat penampungan dan pengolahan biogas.

Meskipun Sapi-sapi ditempat ini sempat mendatangkan keluhan dari warga, tapi Burhan yang menjadi generasi terakhir kini mampu mengatasinya dengan mengkonversikan limbah sapi menjadi biogas.

Dua buah tangki biodigester ini mampu menyalakan 40 titik lampu dan kompor, hanya saja hingga kini baru dipasang ke 5 kompor dan 4 lampu.Lahan seluas 450 m2 itu memuat 36 ekor sapi dan dua tangki biodigester, semuanya ditangani oleh tiga orang termasuk Burhan.

Dengan memanfaatkan teknologi biodigester kotoran-kotoran sapi ini mampu mengaliri kompor hingga ke tujuh rumah disekitar kandang tersebut.

Bukan hanya mengatasi limbah kotoran sapi, Burhan juga turut mengambil limbah dari pabrik tahu tempe di Kawasan Tebet. Sebelumnya kandang ini juga telah lama menggunakan sistem biogas sejak tahun 1995 untuk mengurai kotoran sapi meski dengan metode lama.

Biodigester merupakan sistem yang mempercepat pembusukan bahan organik. Nantinya, biodigester ini membentuk biogas. Komponen biodigester itu berbentuk tabung biogas berukuran besar.

Tak ketinggalan limbah dari kulit jagung di Pasar Induk juga turut dibawa ke kandang untuk dijadikan pakan sapi-sapi mereka.

Permasalahan limbah ini menjadi mata rantai yang saling menguntungkan, satu sisi para pengusaha tahu tempe tak lagi membuang limbah sembarangan dan peternak sapi pun dapat memanfaatkan limbah sebagai pakan.

Dengan metode baru, Burhan mampu mengaliri energi biogas ke rumah-rumah yang dekat dengan kandang. Para tetangga yang ingin dialiri biogas pun tak dipungut biaya.

Mata rantai ini telah dijalin oleh Burhan bertahun-tahun, sebelum menjadi peternak Burhan merupakan karyawan swasta yang memilih resign untuk fokus di kandang sapi sesuai dengan amanah orang tuanya.

Selain menjadi biogas, kotoran sapi dari kandang Burhan ini dijadikan pupuk cair maupun padat yang juga dijual untuk menjadi pemasukan sambil menunggu musim lebaran haji tiba dan memanen hasil ternaknya.

Seorang pekerja memberikan pakan sapi di kandang sapi yang berada di Kawasan padat penduduk Cikoko, Jakarta Selatan.
Limbah kotoran dari sapi ternak ini dimanfaatkan oleh Burhan (41) untuk menjadi biogas guna menyalakan kompor di rumah-rumah sekitar kandang.
Kandang-kandang sapi ini sudah ada sejak tahun 1968, peternakan sapi yang diurus Burhan juga telah turun-temurun dilakukan dan bertahan hingga tiga generasi.
Ragam sapi yang dipelihara pun beraneka ragam, mulai dari Friesian Holstein (FH), limosin, sapi ongole (PO), sapi metal, hingga sapi pegon yang kini menempati kandang-kandang dan terus dibersihkan pagi dan sore.
Sejak pagi kandang ini telah disibukkan dengan beragam aktivitas seperti memandikan, memberi pakan hingga membersihkan kotoran.
Kotoran-kotoran sapi inilah yang mengalir ke tempat penampungan dan pengolahan biogas.
Meskipun Sapi-sapi ditempat ini sempat mendatangkan keluhan dari warga, tapi Burhan yang menjadi generasi terakhir kini mampu mengatasinya dengan mengkonversikan limbah sapi menjadi biogas.
Dua buah tangki biodigester ini mampu menyalakan 40 titik lampu dan kompor, hanya saja hingga kini baru dipasang ke 5 kompor dan 4 lampu.Lahan seluas 450 m2 itu memuat 36 ekor sapi dan dua tangki biodigester, semuanya ditangani oleh tiga orang termasuk Burhan.
Dengan memanfaatkan teknologi biodigester kotoran-kotoran sapi ini mampu mengaliri kompor hingga ke tujuh rumah disekitar kandang tersebut.
Bukan hanya mengatasi limbah kotoran sapi, Burhan juga turut mengambil limbah dari pabrik tahu tempe di Kawasan Tebet. Sebelumnya kandang ini juga telah lama menggunakan sistem biogas sejak tahun 1995 untuk mengurai kotoran sapi meski dengan metode lama.
Biodigester merupakan sistem yang mempercepat pembusukan bahan organik. Nantinya, biodigester ini membentuk biogas. Komponen biodigester itu berbentuk tabung biogas berukuran besar.
Tak ketinggalan limbah dari kulit jagung di Pasar Induk juga turut dibawa ke kandang untuk dijadikan pakan sapi-sapi mereka.
Permasalahan limbah ini menjadi mata rantai yang saling menguntungkan, satu sisi para pengusaha tahu tempe tak lagi membuang limbah sembarangan dan peternak sapi pun dapat memanfaatkan limbah sebagai pakan.
Dengan metode baru, Burhan mampu mengaliri energi biogas ke rumah-rumah yang dekat dengan kandang. Para tetangga yang ingin dialiri biogas pun tak dipungut biaya.
Mata rantai ini telah dijalin oleh Burhan bertahun-tahun, sebelum menjadi peternak Burhan merupakan karyawan swasta yang memilih resign untuk fokus di kandang sapi sesuai dengan amanah orang tuanya.
Selain menjadi biogas, kotoran sapi dari kandang Burhan ini dijadikan pupuk cair maupun padat yang juga dijual untuk menjadi pemasukan sambil menunggu musim lebaran haji tiba dan memanen hasil ternaknya.