Mengubah Limbah Kelapa jadi Rupiah

Dari rasa gundah melihat tumpukan limbah kelapa, Nur Hasan (41) kini mampu memproduksi arang briket yang menghasilkan banyak uang.

“Saya merasa gundah saat melihat limbah kelapa menumpuk di desa. Padahal kalau diolah, bisa jadi komoditi ekspor yang menghasilkan pundi-pundi uang ”, ujar Nur Hasan (41) warga Desa Gucialit, Lumajang, Jawa Timur, disela istirahat membuat arang briket.

Sejak pukul enam pagi, suara deru mesin diesel terdengar dari belakang rumahnya.

Dengan cekatan, para pekerja sibuk membuat arang briket berbahan dasar limbah batok kelapa. Bahan limbah tersebut tersedia berlimpah, mudah ditemukan di setiap sudut desa.

Selain sumber bahan baku yang relatif murah, mengolah arang briket juga relatif mudah. Para pekerja cukup menjemur arang yang telah dibakar, empat hingga lima hari.

Meski usaha sederhana, soal omset tergolong cukup luar biasa. Dalam sehari, Hasan mampu mengolah 600 kilogram arang briket, atau sekitar 15 ton per bulan.

Bahkan demi memenuhi target produksi, Hasan harus mencari pasokan limbah kelapa hingga keluar Lumajang. Diantaranya ke Kabupaten Malang dan kota-kota di Pulau Sumatera.

Produksi briket tak hanya dijual di dalam negeri, tapi juga menembus pasar ekspor seperti Turki dan Arab Saudi. Pembeli mancanegara didapatkan dari jejaring di media sosial Facebook.

Untuk pasar domestik, arang briket dijual Rp10 ribu-Rp 30 ribu per kg. Sementara untuk pasar mancanegara dipatok harga USD 10 per kg. Dengan harga tersebut, Hasan bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 45 juta-Rp 50 juta per bulan.

Kerja keras, ulet dan jeli melihat peluang, kini berbuah pundi-pundi uang. Limbah kelapa ternyata bukan sampah, tapi bisa jadi sumber rupiah bahkan dolar.

Dari rasa gundah melihat tumpukan limbah kelapa, Nur Hasan (41) kini mampu memproduksi arang briket yang menghasilkan banyak uang.
“Saya merasa gundah saat melihat limbah kelapa menumpuk di desa. Padahal kalau diolah, bisa jadi komoditi ekspor yang menghasilkan pundi-pundi uang ”, ujar Nur Hasan (41) warga Desa Gucialit, Lumajang, Jawa Timur, disela istirahat membuat arang briket.
Sejak pukul enam pagi, suara deru mesin diesel terdengar dari belakang rumahnya.
Dengan cekatan, para pekerja sibuk membuat arang briket berbahan dasar limbah batok kelapa. Bahan limbah tersebut tersedia berlimpah, mudah ditemukan di setiap sudut desa.
Selain sumber bahan baku yang relatif murah, mengolah arang briket juga relatif mudah. Para pekerja cukup menjemur arang yang telah dibakar, empat hingga lima hari.
Meski usaha sederhana, soal omset tergolong cukup luar biasa. Dalam sehari, Hasan mampu mengolah 600 kilogram arang briket, atau sekitar 15 ton per bulan.
Bahkan demi memenuhi target produksi, Hasan harus mencari pasokan limbah kelapa hingga keluar Lumajang. Diantaranya ke Kabupaten Malang dan kota-kota di Pulau Sumatera.
Produksi briket tak hanya dijual di dalam negeri, tapi juga menembus pasar ekspor seperti Turki dan Arab Saudi. Pembeli mancanegara didapatkan dari jejaring di media sosial Facebook.
Untuk pasar domestik, arang briket dijual Rp10 ribu-Rp 30 ribu per kg. Sementara untuk pasar mancanegara dipatok harga USD 10 per kg. Dengan harga tersebut, Hasan bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 45 juta-Rp 50 juta per bulan.
Kerja keras, ulet dan jeli melihat peluang, kini berbuah pundi-pundi uang. Limbah kelapa ternyata bukan sampah, tapi bisa jadi sumber rupiah bahkan dolar.