Harum Bunga Coffee Bawa Secercah Semangat Melintasi Batas Negeri

Memasuki usia 72 tahun, banyak orang memilih menikmati masa tua dalam keheningan dan istirahat panjang. Namun, tidak demikian dengan Iskandar Zulkarnaen, atau yang akrab disapa Opah Iskandar. Setelah menghabiskan sebagian besar hidupnya bekerja di sebuah perusahaan perkebunan milik negara, Opah mengalami fase hidup yang mengubah segalanya. Tak lama setelah pensiun, tubuhnya diserang stroke—masa yang tidak hanya melemahkan fisik, tetapi juga menguji semangat hidupnya.
Opah yang selama puluhan tahun akrab dengan tanaman karet dan sawit, tiba-tiba harus beradaptasi dengan tubuh yang tak lagi sekuat dulu. Namun ia bukan tipe yang mudah menyerah. Merasa perlu untuk tetap aktif agar semangat hidupnya tidak padam, ia mau tetap berkebun.
Bagi Opah, berkebun bukan hanya soal menghasilkan—tetapi juga tentang menjaga semangat, bergerak, dan terus tumbuh. Singkat cerita, pada tahun 2018, Opah melihat potensi pada sebidang lahan di Desa Sinarjaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Opah mulai menanam sesuatu yang belum pernah ia sentuh sebelumnya—kopi.
Dibantu oleh anak bungsunya, Sena Rizky Samudra, mereka mulai melakukan riset. Sejak saat itulah mulai berdiri Bunga Coffee. Berawal dengan tanah seluas 8.000 meter, saat ini Opah Iskandar mengurus lahan sebesar 16 hektar.
Kebun Opah menanam kopi Arabika, dengan tiga varietas utama: Sigararuntang, Yellow Cattura, dan Ateng. Tahun 2019, mereka mulai menanam pohon kopi di atas lahan tersebut—dari sebuah keputusan sederhana, lahirlah cita-cita baru.
Panen pertama datang di akhir tahun 2020 hingga awal 2021. Dengan penuh semangat dan kerja keras, hasil panen mencapai 6 hingga 7 ton.
Biji-biji kopi dari lahan Opah mulai dikenal, diberi nama Origin Datar Kondang. Datar Kondang sendiri diambil dari nama wilayah tersebut.
Namun seperti semua petani, Opah juga harus menghadapi pasang surut produksi. Tahun 2024, hasil panen menurun menjadi 4 ton, karena berbagai faktor alam yang sulit dikendalikan.
Meski begitu, Datar Kondang tetap mendapat tempat di hati para penikmat kopi. Harga jualnya berkisar antara Rp 90.000 hingga Rp 190.000 per kilogram, tergantung pada kualitas dan proses pascapanen.
Kopi hasil kebun Opah telah masuk ke berbagai roastery di Pulau Jawa seperti Koeslan dan De Droom, serta diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan.
Dari sebuah kebun di lereng Bogor, kopi ini melintasi batas negara, memperkenalkan rasa dan semangat dari tanah Indonesia.
Kini, Opah Iskandar masih setiap hari berada di kebun. Mengawasi proses pemupukan hingga mengawasi proses panen. Baginya, setiap cangkir kopi Datar Kondang adalah simbol dari perjuangan hidup, cinta keluarga, dan keyakinan bahwa setiap masa sulit bisa ditanam ulang menjadi harapan baru.
Memasuki usia 72 tahun, banyak orang memilih menikmati masa tua dalam keheningan dan istirahat panjang. Namun, tidak demikian dengan Iskandar Zulkarnaen, atau yang akrab disapa Opah Iskandar. Setelah menghabiskan sebagian besar hidupnya bekerja di sebuah perusahaan perkebunan milik negara, Opah mengalami fase hidup yang mengubah segalanya. Tak lama setelah pensiun, tubuhnya diserang stroke—masa yang tidak hanya melemahkan fisik, tetapi juga menguji semangat hidupnya.
Opah yang selama puluhan tahun akrab dengan tanaman karet dan sawit, tiba-tiba harus beradaptasi dengan tubuh yang tak lagi sekuat dulu. Namun ia bukan tipe yang mudah menyerah. Merasa perlu untuk tetap aktif agar semangat hidupnya tidak padam, ia mau tetap berkebun.
Bagi Opah, berkebun bukan hanya soal menghasilkan—tetapi juga tentang menjaga semangat, bergerak, dan terus tumbuh. Singkat cerita, pada tahun 2018, Opah melihat potensi pada sebidang lahan di Desa Sinarjaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Opah mulai menanam sesuatu yang belum pernah ia sentuh sebelumnya—kopi.
Dibantu oleh anak bungsunya, Sena Rizky Samudra, mereka mulai melakukan riset. Sejak saat itulah mulai berdiri Bunga Coffee. Berawal dengan tanah seluas 8.000 meter, saat ini Opah Iskandar mengurus lahan sebesar 16 hektar.
Kebun Opah menanam kopi Arabika, dengan tiga varietas utama: Sigararuntang, Yellow Cattura, dan Ateng. Tahun 2019, mereka mulai menanam pohon kopi di atas lahan tersebut—dari sebuah keputusan sederhana, lahirlah cita-cita baru.
Panen pertama datang di akhir tahun 2020 hingga awal 2021. Dengan penuh semangat dan kerja keras, hasil panen mencapai 6 hingga 7 ton.
Biji-biji kopi dari lahan Opah mulai dikenal, diberi nama Origin Datar Kondang. Datar Kondang sendiri diambil dari nama wilayah tersebut.
Namun seperti semua petani, Opah juga harus menghadapi pasang surut produksi. Tahun 2024, hasil panen menurun menjadi 4 ton, karena berbagai faktor alam yang sulit dikendalikan.
Meski begitu, Datar Kondang tetap mendapat tempat di hati para penikmat kopi. Harga jualnya berkisar antara Rp 90.000 hingga Rp 190.000 per kilogram, tergantung pada kualitas dan proses pascapanen.
Kopi hasil kebun Opah telah masuk ke berbagai roastery di Pulau Jawa seperti Koeslan dan De Droom, serta diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan.
Dari sebuah kebun di lereng Bogor, kopi ini melintasi batas negara, memperkenalkan rasa dan semangat dari tanah Indonesia.
Kini, Opah Iskandar masih setiap hari berada di kebun. Mengawasi proses pemupukan hingga mengawasi proses panen. Baginya, setiap cangkir kopi Datar Kondang adalah simbol dari perjuangan hidup, cinta keluarga, dan keyakinan bahwa setiap masa sulit bisa ditanam ulang menjadi harapan baru.