Jeritan Hati Pedagang Mainan Asemka: Sepi Pembeli, Diserbu Barang Online.

Sejumlah pedagang mainan berpose di kawasan Pasar Pagi Asemka, Jakarta Barat. Mereka bercerita tentang pasang surutnya penjualan mainan saat musim liburan sekolah. Rian (30) berpose diantara dagangan maianan miliknya. Menurutnya dengan harga diskon Rp.35.000 mendapatkan dua buah item maianan merupakan cara terakhir untuk menarik minat pembeli.
Andi (14) siswa SMP asal Kuningan ini ikut membantu ayahnya berjualan maianan di Pasar Asemka untuk mengisi waktu libur panjang sekolah. Pasar Pagi Asemka di kawasan Jakarta Barat telah lama dikenal sebagai pusat grosir mainan anak-anak. Setiap musim liburan sekolah, tempat ini biasanya menjadi lautan pengunjung  mulai dari orang tua yang mencari hadiah liburan hingga pedagang kecil dari luar kota yang memborong untuk dijual kembali. Namun tahun ini, pemandangan itu berubah drastis.
Salah satu pedagang mainan berpose dengan mainan dinosaurus miliknya. Dia mengatakan walaupun saat ini pendapatannya kalah dengan barang online, dia tetap ikhtiar untuk berjualan seperti biasa aja karena yakin rezeki tidak akan tertukar. Di balik deretan toko-toko yang penuh warna, tersembunyi raut kecewa dan kegelisahan para pedagang. Liburan sekolah yang biasanya menjadi "masa panen" kini justru terasa hambar. Beberapa pedagang bahkan menyebut musim ini sebagai yang terburuk dalam lima tahun terakhir apalagi sejak zaman pandemi.
Udin (55) pedagang mainan asal Kuningan ini mengaku penjualannya merosot tajam tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Mungkin karena daya beli yang lesu.
Rio (25) pemuda asal Jawa Barat ini berpose diantara dagangan mainan miliknya. Dia mengatakan ramainya pasar Asemka saat libur sekolah tidaklah seramai dulu. Belanja daring dinilai lebih praktis dan hemat biaya, terutama dengan banyaknya promosi dan layanan gratis ongkir yang ditawarkan platform e-commerce.
Amran (34) pedagang mainan action figure ini mengatakan lebih aman dan nyaman berdagang dengan sistem offline karena langsung bertemu pembeli dam bayar di tempat. Tak hanya toko eceran, pedagang grosir pun terkena imbas. Banyak pelanggan luar kota yang dulunya rutin datang setiap libur sekolah, kini beralih belanja lewat aplikasi. Volume pengiriman berkurang drastis.
Alif (25) pedagang mainan mobil remote kontrol ini mengatakan walaupun harga mainan yang dia jual lebih mahal sedikit dibandingkan dengan barang online tetapi dia tetap tidak kehilangan pelangganya.
Pedagang asal Kuningan ini mengatakan mainan miliknya masih tetap laku walaupun di tengah kondisi ekonomi yang lesu saat ini. Sebagian lagi mulai membuat paket-paket hemat atau diskon dadakan agar tetap menarik perhatian pelanggan yang lewat.
Iwan pedagang mainan asal Kuningan ini mengatakan bisnis mainan di pasar Asemka tidak akan hilang dan pudar karena pasti akam selalu ada orang tua yang sayang anak untuk langsung belanja mainan di pasar legendaris itu.
Foto-foto dari Asemka hari ini menggambarkan realitas tersebut: toko-toko yang dulu riuh kini lengang, penjual yang menyeka keringat sambil menatap jalan yang sepi, hingga tumpukan mainan yang tak berpindah tempat selama berminggu-minggu.
Pasar Asemka bukan hanya tempat jual beli mainan, tapi juga saksi kehidupan ribuan pedagang kecil yang menggantungkan harapannya di sana. Suara hati mereka adalah cermin dari perubahan zaman dan ekonomi yang belum sepenuhnya berpihak pada sektor informal.
Sejumlah pedagang mainan berpose di kawasan Pasar Pagi Asemka, Jakarta Barat. Mereka bercerita tentang pasang surutnya penjualan mainan saat musim liburan sekolah. Rian (30) berpose diantara dagangan maianan miliknya. Menurutnya dengan harga diskon Rp.35.000 mendapatkan dua buah item maianan merupakan cara terakhir untuk menarik minat pembeli.
Andi (14) siswa SMP asal Kuningan ini ikut membantu ayahnya berjualan maianan di Pasar Asemka untuk mengisi waktu libur panjang sekolah. Pasar Pagi Asemka di kawasan Jakarta Barat telah lama dikenal sebagai pusat grosir mainan anak-anak. Setiap musim liburan sekolah, tempat ini biasanya menjadi lautan pengunjung  mulai dari orang tua yang mencari hadiah liburan hingga pedagang kecil dari luar kota yang memborong untuk dijual kembali. Namun tahun ini, pemandangan itu berubah drastis.
Salah satu pedagang mainan berpose dengan mainan dinosaurus miliknya. Dia mengatakan walaupun saat ini pendapatannya kalah dengan barang online, dia tetap ikhtiar untuk berjualan seperti biasa aja karena yakin rezeki tidak akan tertukar. Di balik deretan toko-toko yang penuh warna, tersembunyi raut kecewa dan kegelisahan para pedagang. Liburan sekolah yang biasanya menjadi masa panen kini justru terasa hambar. Beberapa pedagang bahkan menyebut musim ini sebagai yang terburuk dalam lima tahun terakhir apalagi sejak zaman pandemi.
Udin (55) pedagang mainan asal Kuningan ini mengaku penjualannya merosot tajam tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Mungkin karena daya beli yang lesu.
Rio (25) pemuda asal Jawa Barat ini berpose diantara dagangan mainan miliknya. Dia mengatakan ramainya pasar Asemka saat libur sekolah tidaklah seramai dulu. Belanja daring dinilai lebih praktis dan hemat biaya, terutama dengan banyaknya promosi dan layanan gratis ongkir yang ditawarkan platform e-commerce.
Amran (34) pedagang mainan action figure ini mengatakan lebih aman dan nyaman berdagang dengan sistem offline karena langsung bertemu pembeli dam bayar di tempat. Tak hanya toko eceran, pedagang grosir pun terkena imbas. Banyak pelanggan luar kota yang dulunya rutin datang setiap libur sekolah, kini beralih belanja lewat aplikasi. Volume pengiriman berkurang drastis.
Alif (25) pedagang mainan mobil remote kontrol ini mengatakan walaupun harga mainan yang dia jual lebih mahal sedikit dibandingkan dengan barang online tetapi dia tetap tidak kehilangan pelangganya.
Pedagang asal Kuningan ini mengatakan mainan miliknya masih tetap laku walaupun di tengah kondisi ekonomi yang lesu saat ini. Sebagian lagi mulai membuat paket-paket hemat atau diskon dadakan agar tetap menarik perhatian pelanggan yang lewat.
Iwan pedagang mainan asal Kuningan ini mengatakan bisnis mainan di pasar Asemka tidak akan hilang dan pudar karena pasti akam selalu ada orang tua yang sayang anak untuk langsung belanja mainan di pasar legendaris itu. Foto-foto dari Asemka hari ini menggambarkan realitas tersebut: toko-toko yang dulu riuh kini lengang, penjual yang menyeka keringat sambil menatap jalan yang sepi, hingga tumpukan mainan yang tak berpindah tempat selama berminggu-minggu.
Pasar Asemka bukan hanya tempat jual beli mainan, tapi juga saksi kehidupan ribuan pedagang kecil yang menggantungkan harapannya di sana. Suara hati mereka adalah cermin dari perubahan zaman dan ekonomi yang belum sepenuhnya berpihak pada sektor informal.