Dari Bakau Jadi Batik, Inovasi Hijau Warga Pantai Sejarah
Sejumlah perajin membuat batik mangrove di kawasan Pantai Sejarah, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Sabtu (25/10/2025). Masyarakat pesisir kini punya cara baru menjaga alam sekaligus menambah penghasilan.
Dari hutan mangrove yang dulu hanya dikenal sebagai penahan abrasi, lahirlah karya seni bernilai tinggi batik mangrove.
Batik ini dibuat menggunakan pewarna alami dari kulit dan batang pohon bakau. Warnanya lembut dan khas, mulai dari cokelat kemerahan hingga kehitaman, tergantung jenis mangrove yang digunakan.
Proses pewarnaan ini dilakukan tanpa bahan kimia, sehingga ramah lingkungan dan menonjolkan keaslian alam pesisir.
Selain memperkuat ekonomi warga, kegiatan ini juga menghidupkan kesadaran baru bahwa hutan mangrove bukan sekadar pelindung pantai, tapi juga sumber inspirasi budaya dan ekonomi kreatif.
Batik mangrove dari Pantai Sejarah bukan hanya kain bermotif indah — ia adalah simbol harmoni antara manusia dan alam, antara ekonomi dan ekologi, antara warisan dan masa depan.
Setiap lembar batik mangrove dijual dengan harga mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. tergantung motif dan tingkat kesulitan pembuatannya.
Produk ini dipasarkan langsung kepada wisatawan yang datang ke lokasi, serta melalui pameran UMKM dan media sosial oleh kelompok pengrajin. Beberapa hasil karya bahkan sudah menembus pasar luar daerah seperti Medan, Pekanbaru, dan Jakarta, sebagai cendera mata khas pesisir Batubara.
Program batik mangrove di Pantai Sejarah berawal dari pelatihan yang digelar PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) bersama pemerintah daerah. Kegiatan ini bertujuan memberdayakan masyarakat pesisir agar mampu mengelola potensi alam tanpa merusaknya.
Kini, kelompok pengrajin batik mangrove mulai berkembang dan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Sejarah.