Banyak negara menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga perekonomian. Namun, Bank of Japan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di bawah nol dan itu akan berdampak buruk pada mata uangnya, yen.
Dikutip dari BBC, Jumat (28/10/2022), selama ini yen dianggap sebagai tempat berlindung yang aman, yang biasanya diburu investor saat krisis. Namun, status itu mulai goyang. Tahun ini, yen telah kehilangan lebih dari seperlima nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga mencapai level terendah sejak tahun 1990.
Anjloknya yen didorong oleh perbedaan suku bunga antara Jepang dan AS. Sejak Maret, Bank Sentral AS secara agresif telah menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 3,25% untuk mengatasi kenaikan biaya hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan permintaan mata uang akan lebih rendah pada negara yang menerapkan bunga rendah. Hal itu membuat nilai mata uang tersebut jatuh. Yen jadi kurang laku buat investor.
Namun begitu, beberapa ahli menilai, pelemahan yen mencerminkan kondisi ekonomi negaranya. Ekonomi Jepang hampir tidak tumbuh dalam tiga dekade terakhir. Jepang juga menghadapi 'bom waktu' demografi di mana tingkat kelahiran rendah dan porsi orang tuanya tertinggi di dunia.
Pemerintah Jepang telah mengizinkan beberapa pekerja asing untuk membantu mengatasi masalah ini tetapi banyak yang menentang. "Tidak ada alasan bagi yen untuk menguat," kata Takeshi Fujimaki, mantan penasihat miliarder George Soros.
Simak juga video 'Dolar AS Menggila, Sentuh Level Rp 15.550!':