Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan kesenjangan antar wilayah Indonesia yang begitu tinggi menjadi latar belakang penting wacana perpindahan ibu kota negara muncul. Jakarta yang menyandang status sebagai kota terpadat di Indonesia jumlah penduduknya mencapai 10 juta, jauh berbeda dari kota terpadat kedua, yakni Surabaya yang jumlah penduduknya hanya sekitar 3 jutaan.
"Bahkan 5 dari 10 kota terpadat itu ada di wilayah Jabodetabek. Jadi kesenjangan antara Jakarta dan di sekitarnya sangat tinggi," katanya dalam diskusi di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Faktor lainnya adalah Jakarta mengalami beban yang luar biasa. Masalah kemacetan, banjir hingga ketersediaan air bersih sulit mengharapkan Jakarta tetap menjadi kota yang berkelanjutan di masa depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain dari latar belakang kesenjangan antar wilayah, ada faktor sejarah yang menjadi acuan pemerintah dalam membahas wacana ini. Bambang menjelaskan, Jakarta menjadi ibu kota berawal dari masa penjajahan Belanda.
"Ada satu fakta sejarah bahwa Jakarta jadi ibu kota itu karena pusat pemerintahan kolonial Belanda. Awalnya dikembangkan VOC dan diteruskan pemerintah kolonial Belanda. Tentunya kita ingin punya ibu kota yang berasal dari pemikiran kita sendiri. Kita ingin punya ibu kota yang bersifat international class," kata Bambang.