"Dari riset Bank Dunia efektivitas subsidi pupuk hanya 40%. Subsidi input ini diharapkan bisa mengurangi biaya produksi yang ditanggung petani. Kenyataan biaya produksi padi di Indonesia 2,5 kali dari Vietnam. Di Indonesia biaya produksi padi Rp 4.079/kg, di Vietnam hanya Rp 1.679/kg," kata Enny ditemui di kantornya, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Enny mengatakan, pupuk yang tidak sampai ke petani karena ada banyak lubang pada pola distribusi pupuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang terima dana subsidi pupuk itu industri pupuk, sementara yang menerima subsidinya petani. Tapi pola distribusinya dilepas ke pasar. Jadi harusnya industri pupuk yang bisa menyalurkan langsung ke petani. Caranya bagaimana? Bisa kerja sama dengan Pemda," ucap Enny.
Selain itu, masih mahalnya ongkos produksi petani padi di Indonesia juga karena komponen biaya lain yang sangat mahal yakni pada upah buruh dan lahan.
"Komponen yang cukup mahal tapi belum disentuh pemerintah itu di tenaga kerja petani dan tanah. Tanah ini kan masalah lama karena sempit," ujar Enny.
Dia melanjutkan, tak hanya pupuk, pada distribusi benih subsidi juga terjadi banyak kekurangan, terutama dari sisi waktu dan kualitasnya.
"Banyak enggak tepat waktu, ketika mau tanam benihnya enggak sampai ke petani. Karena pengadaan benih sentralistik dalam waktu bersamaan, sementara waktu tanam setiap daerah tak sama. Kemudian soal kualitas, setiap daerah unsur haranya dan tanahnya tak sama. Beras Cianjur ditanam di Cianjur bisa pulen, tapi ditanam di daerah lain jadi enggak pulen. Bibit demikian, bibit subsidi tak cocok untuk beberapa daerah," pungkasnya. (idr/hns)











































