Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, mengungkapkan munculnya mafia pangan di Indonesia tak lepas dari kontrol pemerintah yang lemah atas pasokan pangan pokok, khususnya beras.
"Kalau mafia di level global, mereka ini cenderung spekulan, mereka nggak pegang barangnya, seperti spekulan finansial. Di Indonesia ini, mafianya pegang barang. Mafia itu istilah sesungguhnya dari praktik kartel," jelasnya dalam diskusi 'Menguak Mafia Beras' di H Tower, Kuningan, Jakarta, Rabu (2/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lihat harga beras di tahun 2014 melonjak tinggi. Bulan Mei harganya nggak terkendali sampai 2015. Kemudian saat Pak JK bilang mau impor beras, harganya turun. Setelahnya Pak Jokowi bilang tidak ada impor, beras harganya naik lagi," ujar Andreas.
Menurutnya, kondisi fluktuatifnya harga beras tersebut tak ditemukan saat rezim Orde Baru berkuasa dimana Bulog memegang lebih dari separuh cadangan beras nasional.
"Kenapa pedagang naik turunkan harga saat ada kebijakan impor, karena mereka tahu pasokan sebenarnya berapa di lapangan. Karena Bulog hanya kendalikan 7% beras, bandingkan dengan zaman Soeharto di mana Bulog pegang 60% beras nasional," ucap Andreas. (dna/dna)