Sebelumnya, dalam konferensi pers Kementerian Keuangan pada Selasa lalu, terungkap kelebihan pembiayaan angaran sebesar Rp 117,1 triliun. Badan Kebijakan Fiskal menilai surplus anggaran tercipta karena kinerja belanja K/L yang tidak optimal. Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan pada hari ini dana tersebut sudah mencapai Rp 200 triliun.
“Tidak, tidak (bukan Rp 117 triliun), tetapi Rp 200 triliun-an. Sebetulnya itu pagu K/L dan dana SAL (saldo anggaran lebih), dan penyiapan embiayaan yang sudah kami lakukan, tapi belum diserap (K/L),” ujar Agus Marto saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Kamis (11/8/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jadi kami tidak bisa sebegitu mendadak memompakan ini ke dalam sistem dan itu akan menyebabakan uang beredar yang berlebih. Dan tentu besaran-besaran inflasi dan indikator yang lain bisa terpengaruh,” katanya.
Agus Marto mencontohkan ketika terjadi kekeringan likuiditas pada pada 2008-2009, pemerintah menginjeksi dana di kas ke sistem perbankan. Hal itu dilakukan guna membantu bank sentral mengendalikan likuiditas di saat krisis moneter.
“Jadi kalau melihat ada dana (yang belum terpakai) di kas negara, itu masuk dalam asset liability management dan itu masuk dalam pengendalian moneter,” ujarnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menjelaskan anggaran mengaggur di rekening pemerintah di BI, bukan berarti pemerintah memberlakukan kebijakan pengetatan uang.
Menurutnya, hal itu merupakan dampak wajar dari penyerapan anggaran yang sangat lambat menyusul kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi yang masih sangat rendah, yakni baru 4,5%.
"Ini merupakan pekerjaan yang harus dipikirkan. Ini fenomena setengah tahun. Kami harap defisit di akhir tahun sudah keluar. Memang ada belanja yang belum optimal namun adanya kelebihan yang wajar dan terlalu banyak. Yang penting menuju akhir tahun akan dioptimalkan agar mengalir ke perekonomian," tandasnya.
(nia/dnl)











































