Bapepam: Sanksi 'Kongkalingkong' IPO KS Sudah Tepat

Bapepam: Sanksi 'Kongkalingkong' IPO KS Sudah Tepat

- detikFinance
Kamis, 08 Sep 2011 09:53 WIB
Bapepam: Sanksi Kongkalingkong IPO KS Sudah Tepat
Jakarta - Keputusan denda kepada penjamin emisi atau Join Lead Underwriter (JLU) saham perdana PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), yang juga merupakan BUMN sekuritas diyakini sudah tepat. Terlebih, ada sanksi moril kepada ketiganya, saat kesalahan ini terekspos ke media.

"(Sanksi) sudah lebih dari cukup, apalagi ada sanksi moril dari kalian (media)," terang Kepala Biro Perundang-undangan Bapepam-LK Robinson Simbolon, di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (7/9/2011) malam.

Meskipun penjamin emisi IPO KRAS adalah broker -broker ternama, dan berstatus perusahaan negera, kesalahan teknis tetap bisa menimpa. Khususnya pada aspek administrasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka penting bagi JLU ataupun broker yang terlibat dalam kegiatan penjatahan saham perdana, untuk bekerja teliti. Jangan sampai ada penjatahan ganda yang dilakukan oleh satu pemesan.

"Proses administrasi ini memang sulit. Dengan nama berbeda saja, identitas kita bisa jadi dua. Dan itu yang dijadikan bukti pemesanan, ke broker A, B, C. Tapi tetap saja harusnya bisa dilihat. Meski namanya beda, kalau diteliti orang-orangnya sama. Yang jangan dong," terang Robin.

Seperti diketahui, Bapepam di 24 Agustus 2011 telah mengeluarkan keputusan sanksi denda kepada delapan broker yang terlibat dalam penjatahan saham KRAS. Bapepam-LK menghukum kedelapan broker dengan denda total mencapai Rp 1,35 miliar.

Diantaranya, PT Bahana Securities didenda Rp 100 juta, PT Danareksa Sekuritas didenda Rp 500 juta, PT Mandiri Sekuritas didenda Rp 500 juta. Kemudian Samuel Sekuritas, UOB Kay Hian Securities, Bapindo Bumi Sekuritas, Masindo Artha Sekuritas, Minna Padi Investama masing-masing Rp 50 juta.

Broker-broker ini juga berhak mengajukan banding kepada Bapepam-LK jika mereka merasa tidak bersalah. Namun Robin menyaratkan bagi pihak yang melakukan banding, membawa bukti atau data baru. "Mereka harus bawa data baru dan menyebutkan bahwa putusan ini tidak pas. Sama, batas waktu sampai 24 September," tutur Robin.

(wep/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads