Mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Kementerian ESDM, Simon Sembiring mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya dari Dirjen Minerba ESDM Thamrin Sihite, renegosiasi saat ini masih terus dilakukan.
"Saya sudah tanya Pak Thamrin, katanya masih terus bicara, bukannya tidak mau. Jadi renegosiasinya alot, ya biasalah. Tapi kalau dikatakan dia tidak mau, besok kita terminasi kontraknya, apalagi kalau ada statement tertulis," ujar Simon saat dihubungi detikFinance, Rabu (28/9/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan, sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Simon menegaskan, renegosiasi kontrak karya yang akan dilakukan pemerintah sudah semestinya dilakukan. Freeport tidak bisa mengelak karena kini sudah ada Undang-Undang no 4 tahun 2003 tentang pertambangan yang baru, sehingga kontrak karya pun harus disesuaikan.
"Di kontrak itu kan payung hukumnya UU No 1 tahun 1967 dan UU no 11 tahun 67 tentang pertambangannya. Itu kan UU-nya dicabut, sekarang Freeport harus ikut peraturan baru. Supaya ada payung hukum, diakomodir ada masa peralihan dalam tempo 1 tahun, dihormati masanya lalu disesuaikan dengan UU," jelas Simon.
"Kalau Freeport nggak mau ikuti, kan nggak sah. Kontrak itu tidak boleh menyalahi Indonesia. Kalau mau dibawa ke arbitrase, yang dibawa UU yang mana? UU Amerika? Kan tidak, ya UU Indonesia yang dipakai," imbuhnya.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%. Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
Namun Simon menambahkan, renegosiasi kontrak itu nantinya tidak boleh merugikan salah satu pihak. Renegosiasi harus tetap memberikan rasa keadilan kepada kedua belah pihak, kecuali jika memang Freeport menolak, maka kontrak karya bisa diterminasi.
"Kalau sama-sama rugi nggak boleh, harus sama-sama untung. Kalau kontrak diubah, tapi dia rugi, itu nggak boleh. Tapi kalau dia untung, pasti harusnya mau direnegosiasi. Coba dicek lagi, Freeport mau nggak renegosiasi, apa betul-betul menolak? Kalau menolak, kita terminasi saja," tambahnya.
Seperti diketahui, kontrak karya Freeport ditandatangani pada tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
Pada tahun 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada tahun 2041.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce. Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
(qom/dnl)