Bapepam Akui Minat IPO Masih Rendah

Bapepam Akui Minat IPO Masih Rendah

- detikFinance
Rabu, 09 Nov 2011 16:43 WIB
Bapepam Akui Minat IPO Masih Rendah
Jakarta - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) selaku regulator pasar saham Indonesia, mengakui masih rendahnya minat korporasi untuk mencatatkan saham perdananya (IPO). Dan lagi-lagi, ia memohon BUMN lebih banyak listing di BEI pada masa mendatang.

"Hingga September, baru 15 IPO. Perkembangannya memang tidak signifikan," ucap Ketua Bapepam-LK, Nurhaida di gedung BEI, SCBD, Jakarta, Rabu (9/11/2011).

Ia menambahkan, minimnya minat IPO, khususnya tahun ini, juga dipengaruhi oleh kondisi global yang masih belum menentu. Bahkan ada calon emiten yang nyata-nyata memundurkan rencana IPO mereka hingga tahun depan, menunggu pasar membaik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai salah satu upaya paling efektif, mendorong semakin banyak perusahaan plat merah untuk IPO. Pasalnya, BUMN listed terbukti menarik minat investor dalam pembelian saham. Tentu dengan likuiditas dan fundamental terjaga.

"Maka dari kami, BUMN diharapkan go public," paparnya.

Sampai Oktober 2011, nilai emisi IPO baru mencapai Rp 12,84 triliun. Nilai emisi dalam empat tahun ke belakang sangat variatif, dimana di 2010 emisi IPO berada di level Rp 29,77 triliun.

Direktur Utama BEI, Ito Warsito juga menyoroti dari ratusan BUMN di Indonesia, baru 18 perusahaan negara berstatus Tbk. Khusus sektor perkebunan, belum ada satupun PTPN yang berjumlah 14 melakukan penawaran umum saham perdana.

"Padahal semua perusahaan perkebunan swasra sudah listing. Negara punya banyak perusahaan kebun, tapi belum ada," tegas Ito. Padahal perkebunan milik PTPN, berada di area terbaik sejak zaman penjajahan Belanda.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar menyampaikan keprihatinannya atas minimnya korporasi yang mencatatkan saham perdana. Padahal lesunya pasar global bisa dimanfaatkan untuk memperbayak instrumen investasi di pasar modal.

Mahendra menuturkan, dengan potensi krisis global, bisa dimanfaatkan secara apik oleh perusahaan dalam negeri. Dimana, saat arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia, ada instrumen-instrumen investasi baru.

"Kita kurang berhasil memanfaatkan krisis. Kita tidak cukup mendorong. Jadi tahun depan, BUMN atau private bisa jadi kesempatan," pungkasnya.

(wep/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads