Chandra Asri Bangun Pabrik Petrokimia Rp 1,3 Triliun

Chandra Asri Bangun Pabrik Petrokimia Rp 1,3 Triliun

- detikFinance
Rabu, 18 Jan 2012 10:55 WIB
Chandra Asri Bangun Pabrik Petrokimia Rp 1,3 Triliun
Cilegon - Peluang pengembangan industri petrokimia didukung oleh pesatnya laju kebutuhan terhadap produk-produk plastik hilir sebagai consumer goods seperti produk elektronika, komponen otomotif, dan keperluan rumah tangga yang mempunyai nilai tambah tinggi.

Menteri Perindustrian MS Hidayat bersama Menteri Perdagangan Gita Wirjawan meresmikan dimulainya pembangunan pabrik butadiene pertama di Indonesia yang berlokasi di Cilegon, Banten.

"PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAB) akan membangun pabrik butadiene pertama di Indonesia berkapasitas 100.000 ton per tahun. Pembangunan ini diperkirakan akan menelan dana investasi sebesar US$ 145 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Pabrik ini akan mulai beroperasi di tahun 2013," kata Hidayat seperti dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (18/1/2012)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Butadiene adalah bahan yang dapat diolah lebih lanjut menjadi SBR (Styrene Butadiene Rubber) yang merupakan bahan untuk pembuatan karet sintesis sebagai bahan baku utama dalam industri ban dan komponen otomotif lainnya yang berbasis karet.

Pabrik butadiene yang akan menggunakan bahan baku berupa Crude C4 yang dipasok CAP ini juga dilengkapi fasilitas butane-1 extraction berkapasitas 40.000 ton per tahun yang akan dipergunakan sendiri sebagai bahan penolong pembuatan polyethylene. Selain itu, PT CAP juga akan meningkatkan kapasitas pabrik Polypropylene dari 360.000 ton per tahun menjadi 480.000 ton pertahun dan menelan investasi Rp 300 miliar.

"Pembangunan industri petrokimia didasari atas prinsip optimalisasi perolehan nilai tambah terhadap berbagai sumber kekayaan alam yang ada. Indonesia selama ini memproduksi minyak mentah 900.000 barrel per hari, cadangan gas bumi sekitar 160 TCF dan deposito batubara lebih dari 100 miliar ton serta memproduksi minyak sawit mentah sekitar 19 juta ton per tahun. Sebagian besar sumber daya itu belum dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri sehingga industri petrokimia melakukan importasi bahan baku nafta dan kondensat untuk memenuhi kebutuhan sendiri, paradigma ini yang harus kita ubah," katanya

Kondisi tersebut, menurut Hidayat, merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dalam membangun industri petrokimia yang tangguh dan berdaya saing tinggi.


(dnl/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads