Namun, Pengamat Perpajakan Darussalam menilai masih banyak potensi pajak yang dapat digali guna menutupi kekurangan penerimaan pajak tersebut, seperti melalui penggenjotan penerimaan pajak dari sektor pertambangan, migas, dan perkebunan.
"Dengan menaikkan PTKP ini, pajak yang dipungut akan berkurang, ada potensial loss. Nah, perlu dipikirkan bagaimana untuk menutupnya. Tentunya dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Selama ini, katanya pertambangan, migas, dan perkebunan, masih besar potensinya, ini bisa diambil dari sni, UMKM juga, sayangnya untuk UMKM ini kan diundur tahun depan," ujarnya kepada detikFinance, Senin (30/4/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan menaikkan PTKP maka penghasilan karyawan naik. Mereka bisa melakukan investasi yang nanti akan kena pajak juga, kemudian meningkatkan konsumsi juga yang kena PPN. Jadi ada multiplier effects, ada konversi pajak," paparnya.
Menurut Darussalam, evaluasi terhadap nilai PTKP ini harus dilakukan setiap tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian dan moneter serta harga pokok. Namun, memang perlu diperhatikan juga dampaknya terhadap target penerimaan.
"Terakhir itu penyesuaian PTKP pada tahun 2009, sampai sekarang belum ada penyesuaian, padahal harga kebutuhan pokok naik, inflasi naik, selayaknya naik. Jadi harus dievaluasi tiap tahun, meskipun belum tentu disesuaikan tiap tahun karena terkait potensial loss ini, jadi harus disinkronisasi dengan memerhatikan kebutuhan penerimanaan negara," pungkasnya.
(nia/dru)











































