Ini 'Dosa' PNS yang Rugikan Negara Triliunan Lewat Perjalanan Dinas

Ini 'Dosa' PNS yang Rugikan Negara Triliunan Lewat Perjalanan Dinas

- detikFinance
Rabu, 02 Mei 2012 11:00 WIB
Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ternyata telah menemukan banyak 'dosa' yang dilakukan aparatur negara di pemerintah pusat maupun daerah. Dalam laporannya, BPK menemukan kerugian negara, daerah hingga perusahaan yang jumlahnya triliunan yang nota bene salah satunya melalui anggaran perjalanan dinas fiktif.

Dikutip detikFinance dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2011, selama periode tersebut BPK menemukan kerugian negara, daerah, perusahaan sebanyak 2.319 kasus senilai Rp 1,66 triliun.

"Kerugian negara, daerah, perusahaan ini antara lain belanja fiktif, kekurangan volume pekerjaan dan barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume, pemahalan harga (mark up), pembayaran honorarium dan biaya perjalanan dinas ganda, fiktif atau melebihi standar dan penggunaan uang untuk kepentingan pribadi," tulis BPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BPK mencatat kasus kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sebanyak 697 kasus. Kemudian kasus kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sebanyak 402 kasus.

"Kasus belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan sebanyak 358 kasus dan kasus pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda, fiktif dan atau melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 180 kasus," ungkap BPK.

Anggota Komisi XI DPR, Nusron Wahid mengatakan untuk mengurangi adanya penyimpangan maka anggaran perjalanan dinas harus ditekan.

"Yang harus dikurangi sebenarnya tidak hanya biaya dinas, tapi termasuk juga keseluruhan belanja barang. Sebenarnya di sinilah ajang koruptif dari aparatur negara, apalagi yang sifatnya rutin. Anggaran ini jumlahnya 50 sampai 60 persen, dari alokasi APBN kita, tiap tahun," ungkap Nusron, Rabu (2/5/2012).

Belanja barang itu, sambung Nusron meliputi biaya tiket, biaya rapat, ongkos panitia pengawasan, monitoring dan evaluasi, konsumsi rapat, dan tamu.

"Semua anggaran ini samar-samar memang susah diaudit. Tapi anggaran pendukung pembangunan inilah yang harus dikurangi. Masak belanja yang sifatnya overhead lebih besar dari dana investasinya. Aneh negara," tutup Nusron.
(dru/dnl)

Hide Ads