Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional, Winanrno Tohir di acara Diskusi Panel Mengurai Kompleksitas Akses Pembiayaan Bagi Petani di PT Pertani (Persero) Jalan Pertani, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (12/2/2013).
"Kami tidak berpikir murah, tapi mudah. Di rentenir itu mahal, tapi mudah. Petani tidak dipusingkan dengan persyaratan-persyaratan," tegas Winarno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Korea Selatan itu, pemerintahnya memberikan subsidi untuk membeli penggilingan beras. Kalau harga penggilingannya Rp 1 miliar, pemerintah kasih Rp 600 juta, dan Rp 400 juta dari kita (petani) dan itupun hasil pinjam, dibayar dicicil selama 4 tahun," tambahnya.
Dia mengharapkan, untuk mendukung kinerja dan produktifitas pertanian dalam negeri dalam hal permodalan, perlu di buat suatu bank khusus untuk menangani maslaah modal para petani.
"Perlu adanya bank pertanian," katanya.
Secara terpisah, nada yang sama diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi. Dia mengatakan, persyaratan-persayartan pengajuan kredit oleh bank yang diberikan kepada petani saat ini, dinilai cukup rumit. Perlu ada suatu perubahan, atau penghilangan beberapa persyaratan agar petani pun dapat diuntungkan.
"Harus ada political will dengan mengurangi persyaratan agar tidak terlalu ketat," katanya.
Belum lagi, lanjut Viva, ada kekhawatiran dari bank itu sendiri terhadap para petani. Maksudnya, tak sedikit bank yang seolah mendiskriminasi para petani.
"Bank pemerintah takut, lihat dulu calon nasabahnya. Kalau petani, pasti tidak digubris, duh gimana ya nanti bayarnya. Kalau perlente, berdasi pasti dilayani," pungkasnya.
(zul/dru)